Joeragan artikel

Wajah dalam Kotak

✍️ Wien Purwandini

Saat Alaya tiba di rumahnya, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Hanya lampu teras yang menyala. Itu berarti Damar, suaminya belum tiba di rumah.

Begitu pintu terbuka, ruangan yang gelap menyambutnya. Hanya ada sedikit sinar bulan yang masuk melalui jendela kaca yang gordennya tidak tertutup. Alaya meraba dinding, mencari tombol lampu, lalu menyalakan lampu di ruang tamu yang luas bergaya victoria.<span;>

Alaya menutup pintu lalu menghempaskan tubuhnya di sofa. Dia berbaring sambil menatap langit-langit di atasnya. Sepi. Hanya suara detak jam dinding antik yang terdengar. Gorden ruang tamu bergerak tertiup angin yang masuk melalui lubang sirkulasi udara.

Alaya sangat menyukai rumah ini, rumah tua yang baru didiaminya selama dua pekan. Dua pekan yang membuatnya lelah. Selain karena harus membereskan rumah, hampir setiap malam ia tak dapat tidur.

Setiap malam, Alaya selalu bermimpi sama. Ia didatangi seorang perempuan tanpa wajah. Perempuan itu hanya mempunyai mulut yang tak henti meratap, meminta Alaya mencarikan wajahnya, lalu pergi melalui jendela dengan menyenandungkan sebuah tembang lama yang sangat pilu.

Alaya hampir tertidur di sofa ketika sebuah suara berbisik membangunkannya, “Alaya, mana wajahku?”

Alaya tersentak lalu duduk dan mengusap wajahnya.

“Ah, mimpi itu lagi,” desahnya.

“Alayaaa, mana wajahku?” Tiba-tiba suara itu terdengar lagi.

“Siapa kau? Apakah aku bermimpi?” Alaya berkata setengah menjerit.

“Kau tidak bermimpi, Alaya. Aku di sini. Di pangkuanmu. Mana wajahku, Alaya?”

Angin di luar bertiup kencang. Sebuah daun jendela yang tak tertutup rapat tiba-tiba terbuka dan angin menderu masuk. <span;>Alaya hendak berdiri untuk menutupnya, tetapi tak bisa.  Ia bagai terpaku duduk di sofa.

Di tengah kepanikannya, sebuah kotak terjatuh dari atas lemari buku di depannya lalu terbuka di dekat kakinya. <span;>Di dalam kotak itu, terlihat sebuah wajah kering keriput tanpa mulut dengan mata terbelalak.<span;>

Alaya menjerit ngeri. Sejurus kemudian ia merasa sesuatu mengelus rambut lalu berpindah ke lehernya bersamaan dengan bau anyir yang menusuk hidung.

“Aku mau wajahku, Alaya. Berikan padaku,” suara berbisik terdengar sangat dekat dengan telinganya. Alaya juga merasakan hembusan napas yang sangat dingin dan berbau anyir.

“Pergi! Jangan ganggu aku!” Alaya berkata dengan napas memburu.

“Kau siapa? Apa yang kau inginkan dariku?”

“Aku mau wajahku, Alaya!” tiba-tiba perempuan tanpa wajah itu muncul di depan Alaya.

Ia duduk di pangkuan Alaya dan tiba-tiba kepalanya berputar hingga berhadapan dengan wajah Alaya. Jari-jari pucat berkuku hitam memegang wajah Alaya.

Alaya menjerit. Perempuan itu ikut menjerit dengan suara melengking. Mulut dengan bibir terkelupas dan pucat itu mengeluarkan bau anyir yang membuat gelap pandangan Alaya sebelum akhirnya ia tak ingat apa-apa lagi!

Satu jam kemudian, Damar menjerit begitu masuk ke dalam rumahnya. Rumah tua bergaya victoria yang baru didiami bersama istrinya selama dua pekan.

Alaya, isterinya, tergeletak tak bernyawa di sofa dengan wajah mengerikan. Matanya terbelalak dengan kulit wajah keriput dan tanpa mulut. Di sampingnya sebuah kotak tua kosong terbuka!

#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#day8
#horor
#rumahtua

Editor: Saheeda Noor

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami