Sasha terlihat sibuk mencari sesuatu, mondar-mandir, dari kamarnya ke ruang tengah, dan sebaliknya. Matanya nanar menyapu setiap sudut ruangan, kedua tangannya mengacak-acak tumpukan kertas dan majalah.
Dio yang sedang membaca buku di sofa dekat TV menatap tingkah adik semata wayangnya itu. Dalam hati ia bertanya-tanya, benda apakah gerangan yang dicarinya.
Merasa sudah cukup lama berdiam diri, Dio membuka suara.
“Mencari apa, Dek? Sepertinya penting sekali benda yang sedang kaucari. Boleh Kakak bantu?” tanya Dio tanpa beranjak dari duduknya.
Sasha berdiri sejenak, menghela napas dalam, dan memandang ke arah kakaknya dengan wajah serius.
“Kak Dio lihat undangan warna ungu, enggak?”
“Undangan warna ungu yang mana? Undangan siapa, sih?”
“Undangan Rey, Kak. Besok dia menikah. Aku lupa membaca tempat acaranya di mana. Maklum, Kak. Aku kan belum masuk di grup. Sedangkan nomor kontak Rey aku tulis di amplop undangan itu bagian belakang. Jadi, gimana, dong?” keluh gadis itu sambil menghempaskan badannya ke sofa. Kedua tangannya menutup wajah.
Rey adalah sahabat Sasha waktu masih sekolah di SD. Mereka sudah lama tak bertemu. Kebetulan tanpa sengaja Sasha berjumpa kembali dengan Rey seminggu yang lalu di sebuah mal. Saat itulah, Rey memberikan undangan pernikahannya.
Ketika sedang galau, tiba-tiba gawai Sasha yang tergeletak di dekat TV bergetar. Ada chat yang masuk entah siapa.
[Sa. Besok jadi datang, kan? Ini aku Rey]
Gadis itu langsung meloncat-loncat kegirangan mendapat pesan WA dari Rey. Wajahnya kembali berbinar.
[Iya, Rey. Aku siap datang, kok. Tolong kirim alamat gedungnya, ya. Maaf, aku lupa menyimpan undangannmu.]
[Gedung Mawar, Jalan Anggrek 29. Save nomor aku, ya. Aku tunggu kedatanganmu]
[Ok]
***
Akhirnya Sasha sampai juga di alamat gedung itu. Di sana telah berdatangan para tamu undangan yang umumnya berpasangan. Ia hadir ditemani Kak Dio yang sebelumnya harus dirayu-rayu.
Umbul-umbul yang indah berhiaskan janur berjajar di kanan kiri jalan menuju halaman depan gedung. Meriah dan terkesan mewah. Di dalam gedung terdengar suara MC yang beradu dengan alunan musik.
Kapan aku akan menikah, ya? batin Sasha tiba-tiba, membayangkan dirinya menjadi pengantin. Ada rasa perih yang menggores di dadanya. Luka dalam yang tercabik masih tersisa.
Ia masih tak mampu melupakan kenangan pahit yang terjadi tiga tahun silam. Sasha belum bisa move on dari gagalnya pertunangan ketika itu. Seseorang yang dia harapkan bakal menjadi ayah bagi anak-anaknya, ternyata berkhianat.
Sasha bersyukur memiliki keluarga yang mendukungnya. Tak ada satu pun yang menyalahkan atau bahkan menyudutkanya. Andai saja mereka tidak ada, entah bagaimana nasib gadis itu sekarang. Mungkin masih terpuruk dan trauma.
Rio, lelaki gagah yang dikenalnya saat festival budaya di TIM. Senyum yang menawan dan selera humornyalah yang mengawali ketertarikan Sasha. Pria itu sangat pandai menghangatkan suasana hingga membuatnya terpesona sejak pandangan pertama.
Gayung bersambut. Ternyata, Rio pun menyukainya dan sepakat berlanjut ke jenjang pertunangan.
Tak terbayangkan betapa bahagianya hati Sasha kala itu. Laki-kaki yang diidamkannya akan segera menjadi teman hidup. Hingga di suatu sore, menjelang acara pertunangan. Terjadi peristiwa yang sampai kini membekas.
***
“Hayo, melamun lagi! Mau ke mana, Adikku Sayang?” Suara Dio mengagetkan Sasha yang ternyata berjalan menjauhi kakaknya.
Gadis itu terhenyak seketika. Untunglah tangan kakaknya yang hangat telah menggandengnya kembali untuk mendekat.
Gedung sudah penuh oleh tamu undangan. Sementara di panggung utama, sepasang pengantin sedang diambil gambarnya oleh fotografer. Satu demi satu keluarga, kerabat dekat, dan teman-teman dipanggil MC untuk berfoto bersama pengantin yang tampak bahagia.
Tiba-tiba telinga Sasha mendengar namanya disebut untuk segera menuju ke panggung, ber-pose dan diambil gambar. Segera saja Sasha menggamit tangan kakaknya dengan bersemangat ke arah panggung. Hatinya merasa berbunga dan bahagia karena Rey masih menganggapnya seorang sahabat. Agak tergesa-gesa gadis itu berjalan saking senangnya.
Tiba di atas panggung, Sasha langsung memeluk Rey dengan hangat. Diucapkannya kalimat selamat dan doa dengan tulus. Semoga Rey dalam membina rumah tangga bisa menjadi keluarga yang sakinah, mawadah.
Rey membalas pelukan Sasha dengan gembira sekaligus haru. Kedua sahabat itu saling menatap seakan tidak percaya bahwa salah satu dari mereka telah menikah. Terbayang jelas masa-masa kecil dulu ketika mereka bermain bersama hingga waktu yang memisahkannya. Rey harus pindah sekolah mengikuti orang tuanya. Butiran bening tak terasa menyembul dari kedua mata mereka.
โKapan menyusulku, Sha? Aku tunggu undanganmu, ya. Awas, jangan lama-lama,โ bisik Rey di telinga Sasha. Gadis itu tersenyum menyembunyikan kabut yang sedang menutup hatinya.
โOke, Rey. Tunggu saja, ya. Aku pasti segera menyusulmu,โ jawab Sasha lirih seraya memeluk lagi sahabat yang telah meninggalkan masa lajangnya itu
Setelah dirasa cukup dengan Rey, Sasha beralih ke pengantin pria yang berdiri di samping Rey.
Gadis itu terkejut luar biasa saat menggenggam tangan lelaki itu. Tubuhnya bergetar, keringat dingin mengalir. Dunia sekitarnya menjadi gelap gulita. Lelaki itu ternyata Rio. Nama yang ingin dia kubur selama-lamanya.
Bandung, 11 September 2019