Oleh : Sukma Widya
Sebuah ruangan bergaya klasik itu dihiasi patung kayu, ukiran-ukiran mahal, dan lukisan-lukisan karya pelukis ternama. Di salah satu sudut jendelanya, terdapat Glory, sebuah kursi indah dan mewah.Glory dihiasi ukiran-ukiran klasik yang menggambarkan kekejaman sang pemilik pada rakyatnya. Kursi itu tinggi menggambarkan betapa tinggi kekuasaan pemiliknya.
Tuan Gepetto adalah pemilik kursi itu,adalah pria muda dan tampan. Dia begitu menyayangi Glory. Karena Glorylah bukti bahwa semua pengorbanannya tidak sia-sia. Setelah tiga tahun menjabat sebagai Walikota Melbuorne, akhirnya kemarin tepat di ulang tahun ke-20 dia resmi dilantik sebagai Gubernur. Meskipun usianya masih muda, dia sangat lihai dalam bersilat lidah. Entah sudah berapa lembar uang yang dia keluarkan hanya demi menjilat para kolega agar mau membantunya untuk naik tahta.
Dengan penuh perasaan, Tuan Gepetto mengecap kopi pahit yang tersedia di atas mejanya.
“Stefany, hari ini aku akan ada rapat dengan seorang teman. Tolong siapkan semuany!,” perintah Gepetto kepada sekretarisnya.
“Baik, Tuan”, jawab Stefany.
Tuan Gepetto meletakkan cangkir kopinya setelah tegukan terakhir . Dia lalu bersiap untuk menemuhi janji temu dengan temannya.
“Hah! Wangi kekuasaan memang selalu menyenangkan,” suara Glori si kursi mewah menggema ke penjuru ruangan itu begitu Gepetto pergi.
“Kekuasaan itu hanya sementara Glory. Tidak usah sombong!” sanggah Peny si kursi tamu.
“Kamu tahu apa? Kamu hanyalah kursi yang ada di bawahku. Kamu tidak melihat, betapa Gepetto begitu menyayangiku. Dia rela melakukan apa saja untuk dapat duduk di atasku,” seru Glory dengan penuh kesombongan.
“Apa kamu juga lupa? Bahwa akulah tempat dimana tuanmu menerima si tikus-tikus yang selalu rakus. Di sinilah dia menghabiskan uangnya untuk menjilat para tikus itu. Sementara itu kamu hanya diam, hanya tempatnya singgah untuk minum kopi,” sanggah Peny tak kalah angkuh.
“Diam!! Setidaknya aku lebih indah dibanding kamu yang sudah mulai reot di makan usia. Lihatlah tubuh usangmu tak lagi berwarna. Sedangkan aku tetap gagah” ucap Glory semakin angkuh.
Di ruangan itu, Glory memang yang paling mencolok. Dia dibuat untuk menggambarkan makna kekuasaan sesungguhnya. Ukirannya lebih banyak menyiratkan kekejaman dan kemunafikan. Setiap hari Glory selalu menyombongkan dirinya. Membandingkan dirinya dengan benda-benda yang ada di ruangan Tuan Gepetto.
Tidak seperti biasanya. Di luar kantor gubernur,suasana begitu ramai.
“Turunkan Tuan Gepetto!”
“Penipu!”
“ Pembohong !”
Semua seruan itu terdengar gaduh sekali.
Tiba-tiba terdengar suara kaca dipecahkan. Sepertinyaseseorang telah memaksa masuk.
“Brak!”
Pintu ruangan Tuan Gepetto terdobrak oleh puluhan orang yang memaksa masuk. Mereka merusak setiap benda yang ada di dalam ruangan. Tidak ada yang luput dari tangan-tangan penuh amarah itu. Termasuk Glory kursi perlambang kekuasaan itu, pun dirusak dan dihancurkan. Mereka beramai-ramai membawanya keluar, lalu membakarnya di depan halaman kantor gubernur.
Pagi ini bukanlah pagi yang indah untuk Tuan Gepetto dan Glory. Tuan Gepetto tertangkap tangan menyuap seorang pengusaha di salah satu restoran. Seluruh kekuasaan dan kejayaan yang dia dapat dari hasil menjilat tikus-tikus pendukungnya runtuh seketika saat Glory, kursi impiannya.
Editor: Saheeda Noor