Oleh: Indah Taufanny
Alfin tersenyum sendirian membayangkan kamar pengantin yang harum semerbak bunga melati dan sedap malam. Foto yang dikirimkan Ningrum tadi siang menambah kerinduan dan gairah yang memuncak karena ingin segara berduaan dengan pujaan hatinya di malam pengantin besok.
“Jangan lupa mandi rempah dan wewangian, ya, Sayang,” rayu Alfin dengan genit kepada calon istrinya melalui pesan singkat.
Lamaran secara resmi dan akad nikah akan digelar bersamaan besok. Segala persiapan sudah rampung. Dari pelaminan hingga kamar pengantin sudah dihias dengan sempurna. Alfin memang punya selera tinggi untuk urusan estetika. Termasuk dalam memilih calon istri.
Ningrum adalah gadis yang sempurna di mata Alfin. Selain cantik dan bertubuh semampai, kekasihnya itu juga seorang pekerja kantoran yang mandiri. Lelaki seperti Alfin, merasa gengsi jika hanya mempunyai pacar apalagi calon istri pengangguran. Hal itulah yang membuat dia sangat tergila-gila kepada Ningrum.
Pernah suatu kali Ningrum ingin memutuskan hubungan dengan Alfin. Namun, Alfin bersikeras mempertahankan kekasihnya dengan melakukan segalanya. Termasuk menuruti keinginan Ningrum untuk memberikan mahar berupa mobil mewah. Gadis cantik itu pun menyerah dan kembali ke pangkuan Alfin.
[Mas, kamu masih ada waktu jika belum yakin untuk melamarku besok.]
Pesan dari Ningrum membuat Alfin terenyak dari lamunan indahnya. Bergegas laki-laki itu menekan gambar panggilan video. Satu hingga dua kali tidak diangkat. Barulah di panggilan ketiga, telepon Alfin diangkat kekasihnya itu.
Kamu kenapa, Sayang?โ goda Alfin sambil mengerling genit. Berharap wajah cemberut sang kekasih itu menghilang. Ingin rasanya laki-laki itu ย memeluk dan menciumnya. Sialnya, mereka berdua sedang dipingit.
Kamu yakin ingin menikahi aku?” tanya Ningrum dengan raut wajah serius.
Tiba-tiba dada Alfin berdegup kencang tidak jelas. Entah nafsu, ataukah takut. Namun ia tetap berusaha menunjukkan wajah meyakinkah calon mempelainya.
***
Pertanyaan Ningrum itu membuat Alfin kesulitan memejamkan mata walaupun panggilan video telah berakhir. Alhasil rasa kantuk menyergapnya di pagi hari. Belum lagi godaan Pakde Yanto yang menjadi saksi nikahnya mengenai hapalan teks akad memaksa Alfin melawan kantung mata yang terasa berat.
Iring-iringan mobil pengantin yang dihias oleh pita besar dan rangkaian bunga seolah seirama dengan degup jantung Alfin. Entah mengapa dia merasa takut. Sekujur tubuhnya dingin, tetapi mengeluarkan keringat. Jarak tempuh yang hanya memakan waktu 30 menit berjalan begitu lambat.
Keluarga Alfin pun tiba di rumah Ningrum yang ramai dengan para tamu dan undangan. Tenda berwarna ungu kesukaan Ningrum begitu selaras dengan pelaminan yang didominasi warna putih dan lilac.
Anehnya, tidak ada satu pun dari anggota keluarga Ningrum yang menyambut kedatangannya meski Alfin dan keluarga sudah keluar dari mobil pengantin. Tidak lama kemudian, terdengar raungan perempuan dari dalam rumah Ningrum.
โNingrum! Ke mana kamu pergi, Nak? Mengapa kamu mempermalukan Ibu?โ
Apa?!Ningrum lari?
Teriakan calon ibu mertuanya itu membuat Alfin menyeruak kerumunan orang yang penasaran.
Melihat Alfin, ibu Ningrum menangis semakin kencang. Tangannya memegang secarik kertas yang berisi surat untuk Alfin.
Alfin gemetar membaca surat itu. Tubuhnya lemas. Terbayang dalam benaknya wajah Ningrum yang saat ini berada di pelukan laki-laki lain. Begitu juga uang ratusan juta yang telah raib untuk persiapan lamaran dan pernikahan yang urung terlaksana.
#ajangfikminjoeraganartikel2021
#Day2
Editor: Rizki Amalia Eshi