Joeragan artikel

Tertipu

 

Dita segera berlari menyambar tas yang tergantung di hanger. Randi telah menjemput dengan Alphard hitam. Hari ini ia akan dikenalkan kepada orang tuanya.

“Hai, Sayang! Cantik sekali malam ini,” sapa Randi menyambut Dita dengan senyum mengembang. Gadis bergaun hijau toska itu melenggang ceria dengan mata berbinar.

“Jadi, ‘kan, mau ngenalinnya?” tanya Dita setelah duduk di sebelah Randi.

“Jadi, dong, Sayang. Kamu sudah siap, ‘kan, bertemu Papa Mamaku?” jawab Randi seraya menyalakan mesin mobil dan perlahan menyusuri jalan.

“Siap, Sayang. Aku justru ingin segera berkenalan dengan orang tua Mas,” timpal Dita menggelayut manja di bahunya.

“Syukurlah. Tadinya aku khawatir kamu tidak mau bertemu dengan orang tuaku. Mereka pasti senang mengenalmu.” Diliriknya gadis itu dengan mesra dan menggenggam tangannya yang hangat.

“Aamiin. Iya, Mas.”

Alphard hitam itu pun melaju menuju Perumahan Blue Regency di Jalan Mega.

***

Tibalah di depan sebuah rumah mewah bergaya Eropa yang dijaga oleh seorang satpam di gerbang depan. Pintu gerbang itu langsung terbuka ketika mobil yang mereka kendarai sampai di depannya, memasuki halaman yang luas dengan taman di kanan kirinya. Dita menatap takjub dengan pemandangan yang ada di matanya. Dicubitnya lengan untuk membuktikan bahwa ia sedang tidak bermimpi.

“Auuwww!” gumamnya pelan sambil meringis.

“Ada apa, Dit? Ada yang sakit?” tanya Randi menghentikan mobilnya. Dita menggelengkan kepala tersenyum. Dalam hati ada perasaan malu, tetapi sengaja ia sembunyikan.

“Tidak apa-apa, kok, Ran. Ini kakiku kayaknya digigit nyamuk.” Gadis itu menjawab sekenanya dan berharap Randi tidak bertanya lagi.

“Oh, kirain kenapa. Yuk, kita ke dalam menemui Papa dan Mamaku,” ajak Randi menggandeng tangan Dita yang menganggukkan kepalanya. Jantung Dita berdegup kencang. Mukanya terasa jengah karena menahan rasa ragu yang tiba-tiba melanda. Kakinya mendadak berhenti saat hampir sampai di pintu rumah.

“Kenapa, Sayang?” tanya Randi menatap Dita dengan penuh tanya. Dita nyengir dan menggeleng.

“Sebentar, Ran. Aku ambil napas dulu, ya. Dadaku mendadak berdebar tak karuan. Maklum, baru pertama kali dikenalkan dengan orang tua,” jawab Dita sambil tangan kanannya memegang dada. Randi tersenyum lebar melihat tingkahnya.

***

Di ruang duduk depan tampak dua orang dewasa yang sedang berbincang mesra sambil menikmati musik Jazz. Mereka segera menoleh saat menyadari ada orang masuk yang ternyata adalah Randi dan Dita.

“Hei, Randi. Papa kira siapa. Ayo, sini bergabung sama Papa dan Mama,” ucap laki-laki berkemeja biru itu sambil tersenyum.

“Siapa gadis itu, Honey?” tanya perempuan cantik bermata sipit yang pasti mamanya. Dita agak grogi. Dipegangnya tangan Randi untuk menghilangkan rasa itu.

“Kenalkan, Pa, Ma. Ini, Dita. Gadis yang pernah aku ceritakan. Calon mantu,” kata Randi mengenalkan Dita. Muka Dita memerah saat disebut Randi sebagai calon mantu.

“Selamat datang di rumah kami, Nak Dita. Kenalkan, kami orang tua Randi. Panggil aja dengan Papa Bob dan Mama Ayu,” papar Mama Randi dengan lembut.

Malam ini berlangsung indah. Pertemuan Dita dengan kedua orang tua Randi berjalan dengan lancar dan sukses. Dita merasa seperti sedang melambung ke langit saking bahagianya.

***

Sepulang dari rumah Randi, Dita menghubungi seseorang dengan antusias.

[Yes. Aku sudah berhasil dikenalkan dengan orang tuanya. Malah dia bilang aku ini calon mantu! Olala.]

[Sip. Berarti mulai besok kamu harus lebih berhati-hati, ya.]

[Oke, siap. Besok jam berapa kamu menjemputku?]

[Jam lima sore, ya. Persiapkan semuanya.]

[Siap]

Entah siapa yang dihubungi Dita.

***

Kurang dari jam lima sore Dita dijemput seorang perempuan paruh baya yang wajahnya hampir mirip. Sepertinya mereka bersaudara.

“Bagaimana? Siap?” tanya perempuan itu. Dita mengangguk.

Sebentar kemudian mereka berangkat menuju suatu tempat yang ternyata rumah Randi. Sesampai di sana mereka segera disambut satpam dengan tergopoh-gopoh.

“Ibu ini kenapa, Mbak?” tanya satpam itu melihat Dita bersama seorang perempuan yang tampak kesakitan.

“Tolong, Pak. Kakak saya tadi diserempet motor saat menyeberang di ujung jalan sana,” jelas Dita memelas. Perempuan yang diakuinya kakak itu meringis menahan sakit.

“Sebentar. Mari ke dalam dulu untuk diobati,” ajaknya menuntun Kakak Dita.

Ketika di depan rumah, Dita menanyakan Randi,”Kalau Randi ada di rumah, Pak?” Satpam itu mengernyitkan dahi.

“Randi? Siapa dia?” jawabnya dengan muka bingung.

“Kalau Papa Bob dan Mama Ayu, ada?” tanya Dita kemudian. Satpam itu lagi-lagi memandang Dita aneh. Dita dan kakaknya saling bertatapan.

“Di sini tidak ada yang namanya itu, Mbak,” jelasnya. Wajah Dita tampak kaget. Kakaknya lebih terkejut.

“Rumah ini?” tanya Dita.

“Oh. Ini Rumah Tuan Jo, Mbak. Beliau sekeluarga sedang liburan ke Singapura. Kami dan beberapa karyawannya yang diberi tugas menjaga rumahnya,” papar Pak Satpam dengan polosnya. Dita dan kakaknya terdiam. Mereka merasa seperti ditampar.

“Terima kasih, ya, Pak, sudah membantu kami. Apa jadinya kakak saya bila tidak ada Bapak. Kakak saya kayaknya sudah agak baikan. Kami pamit sekarang, ya,” ucap Dita seraya menggandeng kakaknya berdiri.

Dita dan kakaknya saling terdiam. Mereka merasa telah gagal.

Bandung, 13 September 2019

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami