Oleh: Nusifera
Azan Magrib baru saja berkumandang. Mira bersiap-siap untuk melaksanakan salat berjamaah bersama Alfi dan Alya, putri kedua dan putra bungsunya.
“Alyaaa! Alfiii! Yuk, salat berjamaah,” seru Mira pada kedua anaknya.
“Cepat ambil wudu, nanti waktu Magrib keburu habis,” serunya lagi. Alya dan Alfi bergegas menghampiri, lalu membuat saf di belakang bundanya.
“Alfi kan masih kecil, jadi enggak apa-apa salat di belakang bunda, jadi makmum. Nanti, kalau sudah besar gantian bunda yang jadi makmum.” Sebelum mulai, Mira memberi penjelasan kepada Alfi.
Lalu mereka melaksanakan salat dengan khusyuk. Setelah selesai, seperti biasa Alfi mengaji dengan Mira, sementara Alya membaca Alquran sendiri, hanya sesekali Mira mengoreksi bacaannya. Lalu, dilanjutkan dengan setor hafalan.
“Kakak, kok hafalannya enggak bertambah, sih?” ujar Mira pada Alya.
“Iya nih, Bun, kakak sudah coba menghafal, tapi kok susah banget, ya? Lupa-lupa aja.”
“Kurangi main hapenya dong, Kak”
“Ih … Bunda, kakak kan enggak terus-terusan main hape,” sergah Alya tak terima dengan omongan bundanya.
“Loh, bunda bukan asal nuduh, kenyataannya bunda lebih sering lihat Kakak pegang hape daripada buku.”
“Iya deh, iyaa, ini kakak mau belajar,” sahut Alya sambil ngeloyor pergi ke kamarnya.
Sementara itu, Alfi sibuk dengan mainan dinosaurus yang baru dibelinya kemarin. Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB, saat Mira menyuruh Alfi untuk membereskan mainan.
“Ayo, sekarang waktunya tidur, sudah malam. Biar besok enggak susah dibangunkan salat Subuh,” ujar Mira sambil mengajak putra bungsunya menuju kamar tidur.
“Bunda, Aku mau tidur sama Kak Alya, ah,” kata Alfi pada Mira.
“Eh, enggak, Alfi tidur sama Bang Rey saja.”
“Enggak mau! Sama Kakak saja!” Alfi bersikeras.
“Memangnya kenapa kalau sama Bang Rey?” tanya Mira ingin tahu.
“Males! Abang suka marah-marah sama aku, aku enggak suka,” sahut Alfi sambil memoncongkan bibir mungilnya. Mira tertawa kecil melihat ekspresi itu.
“Tetapi, Alfi tetap harus tidur sama Abang.”
“Memangnya enggak boleh sama Kakak?” tanya Alfi penasaran.
“Rasulullah bilang, kalau anak laki-laki itu tidurnya sama anak laki-laki juga, nah, yang perempuan juga begitu.”
“Alfi anak laki-laki, jadi tidurnya sama Bang Rey bukan sama Kak Alya.” Jelas Mira mencoba memberi gambaran sesederhana mungkin agar Alfi paham aturan-aturan dalam Islam.
“Oh … gitu, jadi perempuan dan laki-laki itu tidurnya terpisah ya, Bunda?”
“Betul sekali, waah, anak bunda pinter!” Mira mengacungkan kedua jempolnya memuji Alfi.
Alfi mengangguk-anggukkan kepalanya berusaha mencerna ucapan bundanya. Tiba-tiba Alfi mendongak, menatap lekat mata bundanya, lalu berujar, “Tapi kenapa ayah sama Bunda tidur berdua? Kan ayah laki-laki, Bunda perempuan?”
Untuk sesaat Mira tak berkutik mendapat pertanyaan tak terduga dari putranya tersebut. Dia memutar otak mencari jawaban yang masuk akal yang bisa diterima oleh anak seusia Alfi. Lalu katanya,
“Ayah dan bunda sudah menikah, jadi boleh tidur bersama.”
“Ooh jadi, kalau sudah menikah boleh?” tanya Alfi lagi.
“Iyaa,” sahut Mira meyakinkan putranya. “Sudah, sekarang kita tidur, yuk!”
***
Tangerang, 5 Januari 2019