Joeragan artikel

Teman Lucknut

Namaku Badi, seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan pembuatan elemen kulkas di Bandung. Usiaku dua puluh lima tahun. Aku punya dua sahabat, Wulan dan Riko.

Sejak mulai bekerja di perusahaan itu satu tahun yang lalu, aku menyukai Wulan. Tapi aku tak ingin dia mengetahuinya.

Aku bekerja sebagai kepala staf produksi bersama Riko. Sedangkan Wulan bekerja di bagian administrasi personalia.

Seperti biasa, saat istirahat makan siang, kami bertiga selalu duduk satu meja. Entah kenapa, hari ini aku harus menunggu Wulan dan Riko selama lebih dari dua puluh menit.

Sorry, ya, Badi, kita telat,” sapa Wulan sambil berjalan setengah tergopoh.

“Enggak apa-apa, santai aja. But, by the way, aku udah duluan makan nih, laper,” sahutku.

“Yoi, coy, kita juga sebenarnya udah makan, eh, sarapan,”ujar Riko, “tapi masih kenyang kok,” lanjutnya lagi.

Aku tidak begitu memperhatikan ucapan Riko. Aku menganggapnya sebagai candaan, dan hanya kutanggapi dengan senyuman.

Wulan mengabarkan, bahwa akan ada kenaikan jabatan sebagai asisten direktur produksi di perusahaan kami. Lebih lanjut dia menjelaskan kepada kami, cara meraih promosi jabatan tersebut. Aku dan Riko begitu antusias menyimak penjelasan perempuan cantik ini.

“Sepertinya, promosi ini cocok buat kamu, Badi,” ujar Riko.

Pernyataan Riko, sangat menambah kepercayaan diriku, dan mengekspektasikan bahwa jabatan itu mudah diraih. Wulan pun tersenyum mendukung.

Keesokan harinya, aku menghubungi Wulan untuk menyampaikan persyaratan promosi jabatan tersebut. Tapi Wulan tak sedikit pun bertanya tentang Riko. Apakah mungkin Riko tidak ikut promosi jabatan itu? tanya hatiku.

Sepulang dari kantor, aku mengajak Riko untuk minum kopi.

“Ko, aku mau cerita, nih. Sudah satu tahun ini aku suka sama Wulan,” kataku sambil menyeruput kopi.

“Mantap, Bad. Gue dukung. Ayo, PDKT sana,” sahut Riko.

Aku merasa senang memiliki sahabat yang selalu mendukungdalam setiap situasi.

Esoknya, aku mencoba mendekati Wulan, tapi reaksinya saja. Sepertinya malah ada yang agak aneh. Dia sangat menjaga jarak denganku. Aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Mungkin saja Wulan merasa kaku jika memang ternyata aku menyukainya, karena kami bersahabat.

Dua minggu kemudian, hasil promosi jabatan diumumkan di mading perusahaan.

Kubaca perlahan dari awal sampai tengah. Aku kaget, ternyata, yang berhasil menjadi Asisten Direktur adalah Riko. Setahuku, dia tidak pernah cerita apa pun tentang pengajuan promosi itu.

Riko datang menghampiri mading. Dengan wajah santai, dia menatapku dan membaca pengumuman itu. Aku menatap Riko. Lalu, datanglah Wulan menghampiri kami.

“Bad, kamu enggak lulus, gimana?” tanyanya.

“Iya, enggak apa-apa,” jawabku.

“Oh ya, Bad. Aku mau ngasih tahu kamu, nih, hehe … Hm, aku sama Riko udah jadian, loh,” jelas Wulan sambil menepuk lenganku.

“Oh, selamat ya, Wulan,” jawabku terbata-bata.

Kutatap laki-laki yang kuanggap sebagai penghianat sekaligus penjilat itu.

“Bad, kita duluan, ya,” kata Riko mengacuhkan tatapanku, sambil berlalu menggandeng Wulan.

Kupandangi dua orang yang pernah menjadi sahabatku itu, dengan rasa sesak di dada. Mencoba menahan amarah yang memuncak.

 

#ajangfikminJoeraganArtikel2021

#day4

#temapenjilat

Editor: Indah Taufanny

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami