Joeragan artikel

Surat di Laci Ibu

Malam semakin larut, jam dinding telah berdentang sebanyak dua belas kali. Aku masih sibuk membersihkan kamar mendiang Ibu. Kamar itu baru sempat dibersihkan setelah sekian lama tak tersentuh. Pekerjaanku sebagai wartawan berita dengan tugas peliputan yang padat membuat aku lalai mengurus rumah. Sementara asisten rumah tangga semenjak Ibu meninggal pulang kampung tak kembali lagi.

Ada rasa sedih dan kangen ketika aku berada di dalam kamar itu. Kehilangan sosok Ibu, satu-satunya orang yang aku miliki di dunia ini, sungguh membuat hati terasa hampa. Dengan pikiran yang tak menentu, aku coba untuk membersihkan kamar itu dari sampah dan benda-benda yang tidak penting.

Kubuka satu persatu laci meja tulis Ibu, meja yang dipakai beliau untuk membaca dan menilai hasil ujian mahasiswanya.  Tepat di laci paling bawah, kutemukan sebuah buku harian kusam dengan beberapa lembar kertas terlepas di dalamnya. Rasa penasaran membuat aku membuka buku harian itu.

Aku membaca buku harian itu dengan seksama. Torehan pena Ibu begitu indah dan tersusun dengan rapi. Peristiwa demi peristiwa yang ia alami tercatat dengan sangat rinci. Aku tersenyum sendiri membacanya. Ibuku memang sangat tertib dalam mencatat setiap peristiwa.

Tanpa sengaja beberapa kertas terjatuh dari sela-sela buku harian. Rasa penasaran mendorongku untuk membaca helaian kertas itu.

Kepada Rosita,

Terima kasih telah menerima dan merawat putriku. Bagaimana keadaannya sekarang?

Ros, hanya engkau yang bisa aku percaya menyimpan rahasia ini. Entah bagaimana nasib masa depanku dan putriku jika kau tidak mau menolong.

Aku tahu bahwa mendiang Hani, kekasihku, ingin aku menikahimu. Maaf, aku belum bisa mewujudkan itu. Semoga engkau mau memahaminya. Jaga selalu putriku, rawat ia layaknya anakmu. Temui aku kalau kelak engkau tak sanggup lagi menjaganya atau hendak menikah dengan orang lain.

Berlan Hadiwijaya.

Aku membaca helaian kertas itu berulang kali. Surat yang entah berapa lama Ibu simpan dalam kamarnya. Berlan Hadiwijaya, bukankah itu nama Ayahku. Lalu siapakah anak yang dimaksud itu? Ya Tuhan, Apakah itu aku?

Sepanjang yang kuingat, aku adalah anak semata wayang dari Rosita Setyaningrum. Kemudian Ia menceritakan bahwa Ayahku telah lama meninggal, ketika mereka sama-sama menimba ilmu di Belanda.

Di helaian kertas yang lain aku menemukan surat balasan dari Ibu untuk lelaki bernama Berlan itu, tetapi entah mengapa surat itu tidak jadi Ibu kirimkan.

Kepada Mas Berlan,

Terima kasih telah berkirim kabar. Alhamdulilah Meyrischa tumbuh dan berkembang dengan sangat baik. Mas tidak usah cemas. Saya rela dan ikhlas menjaga dan merawat Mey karena Mey adalah cinta dan amanah dari Hani, sahabat saya.

Mas tidak usah kuatir juga, saya tidak akan mengganggu kehidupan Mas dengan anak ini. Rahasia Mas akan saya simpan hingga akhir hayat. Meskipun mungkin saya tidak bisa berbohong bila Mey mempunyai seorang ayah yang bernama Berlan Hadiwijaya. Semoga takdir bisa mempersatukan kalian kelak.

Salam,

Rosita Setyaningrum.

Sambil geleng-geleng kepala, aku seakan masih tidak percaya, atas kenyataan yang terjadi. Ternyata Ibu sangat pandai menyembunyikan rahasia besar ini. Pantas saja tidak pernah kutemukan foto pernikahan atau foto kebersamaan Ibu dan Ayahku. Ibu telah menepati janjinya, menyimpan rapat rahasia hingga akhir hayatnya dan surat untuk seseorang di masa lalu itu, menyingkap semua tabir penutup jati diriku.

.  _END_

#OSOFFday14

#SuratUntukOrangdiMasaLalu

#Romance

#511Kata

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami