Suara berisik wajan yang beradu dengan sudip membangunkan Danuar saat dini hari.
Siapa pagi-pagi buta berisik di dapur? batin Danuar. Vania, wanita yang baru dinikahinya seminggu lalu, tidak ada di sampingnya.
“Kamu sudah bangun, Sayang,” sapa Vania.
“Ini masih malam, untuk apa memasak? Kamu lapar?” tanya Danuar seraya berjalan ke arah Vania.
“Stop! Kamu duduk di sana saj,a ya, Sayang. Aku membuat sesuatu yang spesial untukmu,” ujar Vania. Sudip di tangannya hampir saja mengenai hidung Danuar.
“Oke, baiklah,” kata Danuar menurut.
Danuar melihat sekeliling. Kulit telur berserakan di meja. Semua toples bumbu berjajar acak-acakan juga. Dia tersenyum melihat tingkah istrinya.
Kemarin Vania belajar memasak pada ibu. Hari ini, di pagi buta, dia sudah mempraktekkan kursus kilatnya. Danuar menyukai semangat Vania.
“Taraa! Ini dia masakanku.” Vania menghidangkan sepiring telur mata sapi yang gosong di bagian tepinya.
“Wah, kelihatannya lezat,” ucap Danuar tersenyum kecut.
“Dicoba, dong, Sayang” pinta Vania merajuk. Dia menyuapkan sesendok pada Danuar.
Air muka Danuar berubah, tapi dia menahannya. Rasa telur itu sungguh aneh. Apa yang Vania tambahkan pada telur tak berdosa itu?
“Bagaimana? Enak?” tanya Vania ikut mencicipi sesuap. “Huek!” Dia memuntahkan kembali makanan yang ada di mulutnya.
“Kamu tidak apa-apa, kan?” tanya Danuar sambil menyodorkan air putih. Vania meminumnya hingga habis tak bersisa.
“Maafkan aku, ya, Sayang. Aku tidak bisa jadi istri yang baik untukmu.” Vania menundukkan kepalanya. Dia terlihat sangat kecewa.
Danuar meraih kepala Vania lalu membenamkannya dalam pelukan. Vania terisak, bahunya berguncang.
“Tapi kan ….” Vania memandang mata Danuar, berharap mendapat sesuatu untuk menghibur hatinya.
“Aku tidak membutuhkan istri yang pandai memasak. Kamu menemaniku di meja makan, itu sudah lebih dari cukup. Tak perlu khawatir soal menu makan, ada restoran yang bisa kita kunjungi. Iya, kan?” kata Danuar lembut. Dia tersenyum sangat manis.
Vania kembali menangis. Dia memeluk suaminya erat. “Terima kasih untuk pengertiannya, Sayang. Aku tidak akan berhenti belajar. Suatu saat nanti kamu akan memuji masakanku.”
Ponorogo, 12 April 2019.
••••••••••••••••••••••••••••