By Dewi Triesnaningtyas
Terasa hari-hari Indira saat ini lebih hangat dan menyenangkan. Hatinya pun lebih tenang saat Gibran menyapanya melalui chat wa.
“Hai! Sudah makan?” Seperti pagi , ini ia tak lupa menyapanya sesaat sebelum azan subuh tiba.
Tentu saja ini membuatnya sangat bahagia. Ia merasa diperhatikan dan disayang Gibran tepat saat hatinya bimbang akan keseriusan Rivan.
Setiap hari Rivan selalu beralasan sibuk saat Indira berharap mereka bisa melakukan panggilan video meski sebentar.
“Sabar, Sayang. Aku sedang memperbaiki jaringan.” Alasan itulah yang sering Rivan sampaikan.
“Sekali, dua kali Indira tak mempersalahkan, tetapi jika seringkali terjadi ia tak bisa menoleransi lagi.
“Van, kamu serius nggak sama aku?” Ia bertanya pada suatu hari.
“Tentu Sayang. Tapi kumohon, bersabarlah sebentar. Aku sedang bersusah payah mengatur manajemen perusahaan agar tetap bertahan di tengah pandemi!” Rivan menjawab kemurkaan Indira.
Indira mulai tertekan. Ia membenarkan bahwa kondisi usaha Rivan sedang tidak baik-baik saja. Namun, ia juga seorang manusia biasa, yang mengharapkan lebih dari sebuah hubungan.
Memang, mereka bertemu sesaat sebelum pandemi. Saat usaha Rivan sedang jaya-jayanya. Saai itu, Rivan selalu punya banyak waktu. Kadang mereka bertemu di rumah makan atau di kedai kopi kekinian yang Rivan kelola.
“Sudah bagus kamu punya teman dekat yang berjuang mencari nafkah, Ra!” kata Fey, sahabatnya, kala ia menyampaikan keraguannya pada Rivan.
“Kau tidak tahu perasaanku, Fey. Aku ingin semua bisa berjalan beriringan!” Indira berargumen.
“Tidak untuk saat ini, Ra. Dunia usaha sedang sulit. Tidak ada waktu bersantai jika ingin survive!” Fey menepuk pundak Indira, menenangkannya karena ia begitu gelisah.
Fey berpikir, ini juga salah satu akibat pandemi, dimana Indira lebih sering rapat daring dan jarang keluar rumah.
Kebahagiaan Indira tampak dirasakan Fey saat ini. Ia jarang menghubunginya lagi. Sahabatnya itu mulai curiga.
“Halo!”
Berkali-kali Fey mencoba menghubungi Indira tetapi setiap kali pula ia sedang sibuk dengan dipanggilan lain.
Ketika ia hendak meletakkan ponselnya, Indira menelponnya.
“Hai. Ada apa, Fey? Tumben menelepon sampai berkali-kali?” Goda Indira.
“Kamu kemana aja? Sudah lama tak menghubungiku! Kamu sedang menelepon siapa tadi? Gibran ya? Jangan bermain api!”
***
Gibran menghubungi Indira. Kadang, ia hanya menanyakan hal-hal sepele seperti, apakah Indira sudah makan, atau salat.
Dan, bagi Indira, hal itu sungguh menyenangkan.
Bahkan ia tak peduli lagi pada Rivan.
Indira dan Gibran memang jarang bertemu secara langsung. Hanya melalui aplikasi WA, video call, Instagram dan Facebook.
Hari ini Indira baru sadar bahwa Gibran tidak menghubunginya.
Apakah ia sakit? Pikir Indira.
Ia mencoba menelepon tetapi nomor kontak Gibran tiba-tiba hilang.
Mungkinkah aku diblokir? Pikir Indira
Indira menduga ada yang sedang membajak ponselnya. Ia mencoba menghubungi Fey.
Tapi Fey mengatakan bahwa di ponselnya masih ada nama Indira.
“Jangan-jangan memang kamu sudah diblokir Gibran, Ra!” teriak Fey.
Fey menyarankan agar Indira mengirim surel pada Gibran.
Indira merasa tubuhnya lemas karena Gibran tiba-tiba menghilang!”
Oh no! Stand by Me, Gibran!”
DHT
Editor : Dina Ananti
#ajangfikminjoeraganartikel2021