Prat.
Seciprat darah segar membasahi tubuhku. Aku tidak habis pikir kenapa ada orang yang sesadis itu. Dia menghujamkan pisau berkali-kali ke tubuh wanita itu tanpa kenal ampun dengan tatapan yang dingin.
Aku sebuah cermin rias yang biasa dipakai pemilikku.
Peristiwa itu terjadi pada suatu malam, saat semua orang pergi menghadiri sebuah pesta pernikahan.
Wanita itu adalah seorang gadis belia yang terpaksa tidak ikut karena harus menyelesaikan deadline tugas kuliahnya.
Ketika semua anggota keluarganya sudah pulang, ibunya terkejut melihat sang anak tergeletak di sampingku dengan bersimbah darah.
Sang ibu sangat kaget dan langsung pingsan. Ayahnya langsung menelepon petugas kepolisian dan ambulance rumah sakit. Tak lama terdengar suara sirene mobil polisi dan mobil ambulance yang datang bersamaan.
Petugas langsung memeriksa tempat kejadian pertama dan menanyakan beberapa pertanyaan kepada seluruh anggota keluarga.
“Ini adalah kejadian yang ketiga kalinya di distrik ini,” kata salah seorang petugas yang bertugas di distrik tiga belas.
“Usia korban hampir semua seumuran, antara sembilan belas sampai dua puluh tiga tahun. Pelaku mencari korban seorang wanita belia,” ucap petugas lainnya.
Peristiwa malam itu diberitakan sebagai pembunuhan berantai karena selalu ada simbol berbentuk mata satu yang ditulis dengan darah di cermin rias para korban.
Polisi menduga pembunuhan ini dilakukan oleh orang yang sama. Menurut hasil penyelidikan pelaku adalah seorang penganut aliran sesat yang mewajibkan penganutnya untuk mempersembahkan semangkuk darah segar, khususnya darah perawan untuk sesembahan mereka.
Simbol mata satu identik dengan simbol Dajal, makhluk akhir zaman yang dipercaya penganut setan sebagai Tuhan mereka. Mereka percaya bahwa Dajal adalah penyelamat mereka dari kemusnahan dunia. Menurut sebuah sumber, penganut aliran ini berjumlah ratusan sampai ribuan di seluruh dunia.
Setelah hampir seminggu kejadian itu, ibu pemilikku mencoba untuk melupakan kejadian tragis itu. Namun, tetap saja sang ibu tidak bisa melupakan anaknya. Dia selalu mendatangi kamar anaknya dan melihat ke sekeliling ruangan. Lalu melihatku dan menghampiri, mencoba membersihkan noda darah yang ada di tubuhku.
Dengan berlinang air mata dia berusaha tegar untuk menerima ini semua sambil menunggu hasil penyelidikan selanjutnya dan berharap pelakunya segera tertangkap.
“Semoga kamu tenang di alam sana, Nak, Ibu selalu mendoakanmu.” Sang ibu mendoakan kepergian anaknya sembari mengelap tubuhku dan mengusap air matanya.
Editor: Fitri Junita
#ajangfikminjoeraganartikel