Joeragan artikel

Sepeda Jojo = Father Teaching His Little Son to Ride a Bicycle (photo created by senivpetro - www.freepik.com)

Sepeda Jojo

Oleh Nita Yunsa

Pintu terbuka saat kulihat secercah cahaya dari bawah kain. Semoga Jojo yang membukanya. Aku sudah tidak sabar untuk bertualang kembali dengannya.

Seorang wanita menarik kain yang menutupi tubuhku, lalu melipatnya. Dia kemudian mengelap tubuhku dengan kain basah. Debu-debu yang menempel di tubuhku pun terangkat. Aku merasa segar kembali.

Aku hanya bisa mengembuskan napas. Perkiraanku salah. Orang itu bukan Jojo, juga bukan ibunya. Aku tidak mengenalnya. Apakah keluarga Jojo sudah membuangku? Apakah mereka lupa kalau aku selalu bersama Jojo?

Wanita itu menuntunku keluar dari ruangan yang pengap. Aku akhirnya bisa menghirup udara segar, merasakan terpaan angin dan memandang langit biru. Aku akan punya majikan baru dan akan bersenang-senang kembali.

Wanita itu mengajakku pergi ke sebuah rumah bercat hijau muda. Seorang anak sedang berada di beranda rumah itu. Dia langsung berdiri begitu melihat kedatangan kami. Aku kaget karena anak itu adalah Jojo.

“Ini?” tanya Jojo.

Dia meloncat, lalu memegang tubuhku.

“Iya, kamu suka, Jo?” tanya wanita itu.

Anak itu tampak sedikit murung, lalu berkata, “Tidak apa-apa, deh. Daripada tidak ada sama sekali.”

Jojo mengajakku mengelilingi perumahan. Aku sangat senang bisa kembali menghabiskan waktu bersamanya. Rinduku sudah terobati.

Aku mungkin sudah lama sekali tinggal di ruangan gelap itu. Perumahan ini telah banyak berubah. Jojo mengajakku ke toko Pak Danang. Toko itu masih sama seperti dulu. Hanya dagangannya yang semakin banyak.

Sampai di rumah, Jojo menghiasku dengan kertas warna-warni yang tadi dibeli. Oh, ternyata sekarang bulan Agustus! Jojo akan mengajakku bersepeda santai untuk menyemarakkan hari ulang tahun Republik Indonesia.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Jojo sudah mengajakku pergi ke lapangan. Dia menyapa empat anak laki-laki yang sedang berkumpul di sana. Namun, mereka malah menertawakan kami. Kulihat Jojo hanya diam sambil mengepalkan tangan.

Kami mulai berjalan santai bersama ratusan orang. Di tengah jalan, ban rodaku tertusuk batu yang agak runcing hingga kempes. Jojo mulai marah-marah kepadaku. Kami tak bisa melanjutkan perjalanan. Dia membawaku pulang.

Sampai di rumah, dia menarik kasar kertas warna-warni yang menempel di tubuhku, lalu membanting dan menendangku. Seluruh tubuhku terasa sakit. Aku sangat sedih karena Jojo telah berubah. Dia tidak menginginkan aku.

Ternyata, Jojo tampak lebih sedih. Dia mengangis tersedu-sedu di sampingku.

Jojo masih menangis ketika sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Seorang pria turun dari mobil itu dan berjalan ke arah kami.

“Ada apa, Joan?” tanya pria itu sambil merangkul Jojo.

Joan? Jadi, anak itu bukan Jojo? Tapi, mengapa wajahnya mirip sekali dengan Jojo?

“Sepeda Ayah kempes. Aku tidak bisa menyelesaikan sepeda santai karena sepeda jelek itu,” jawab Joan di sela-sela isak tangisnya.

Pria itu kemudian bercerita tentang masa-masa indahnya bersamaku. Dia ingin Joan juga menyayangiku. Kini, aku mulai sadar bahwa Jojo sudah tumbuh dewasa. Dia memiliki anak bernama Joan yang tampan seperti dirinya.

Akhirnya, Jojo dan Joan mengajakku ke sebuah bengkel. Aku mulai dimodifikasi. Senyum Joan mulai mengembang saat melihatku seperti baru lagi.

Indramayu, 30 Juli 2021
Penulis : Nita Yunsa

#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day17
#TemaAkuSebagaiBenda

Editor : Saheeda Noor

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami