Joeragan artikel

Sekat Cinta

Nina tersenyum sumringah memandangi bayangannya di cermin. Tersirat kebahagiaan terpancar dari mata bundarnya yang berwarna coklat. Mimpi indah yang sejak lama diidamkan telah terpampang nyata. Sebentar lagi ia akan menyandang gelar Nyonya Rudi Aria Kusumah.

Hari ini Rudi berjanji akan datang melamarnya. Ya, pengusaha muda anak semata wayang konglomerat Aditya Kusumah itu telah menepati janji. Sebagai wanita, Nina merasa tersanjung.

“Mbak Nina, ready? Mas Rudi dan keluarganya sudah datang, loh!” teriak Leni dari balik pintu kamar.  

“Sudah! Ayuk, kita ke sana. Tolong rapikan bajuku bagian belakang, dong,” pinta Nina pada Leni, adiknya.

Benar saja, di ruang tengah telah berkumpul banyak orang. Keluarga besar Aditya Kusumah dan Pambudi Nugroho sedang menunggu kehadirannya. Sebagian dari mereka telah Nina kenal dengan baik, tetapi sebagian lagi ada beberapa wajah yang masih asing. Gadis itu melangkah menuju kursi yang telah tersedia dengan senyum terkembang.  

Tiba-tiba semua yang hadir dikejutkan oleh teriakan seseorang. Ternyata itu Pak Kusumah. Laki-laki karismatik berambut putih itu berdiri sejenak lalu berjalan memutar ke arah Nina. Tangan kanannya tampak gemetar menunjuk Pak Pambudi dengan tatapan nanar tak berkedip. Bibirnya menggumamkan sesuatu entah apa. 

Berpuluh pasang mata dari seluruh penjuru ruangan mengiringi geraknya. Tak terkecuali Nina dan Rudi yang dibuat bingung oleh perilaku Pak Kusumah. 

“Apakah kamu … Ardi? Ardiansyah?” tanya Pak Kusumah dengan suara bergetar. 

Ayah Nina terkejut. Tidak semua orang mengenal nama Ardiansyah. Hanya orang-orang dekat di masa lalu saja yang tahu. Keningnya mengernyit. Kedua lelaki itu saling berpandangan agak lama. Tampak jelas jika mereka sedang berpikir.

“Kamu … Aditya?” Lelaki yang dikenal sebagai ayah Nina itu sontak berdiri  menyambut Pak Kusumah. Kini mereka berpelukan seolah meluapkan kerinduan yang dalam. Mereka menangis!

Semua orang yang melihat adegan itu diam terkesima. Dalam hati mereka bertanya-tanya apa gerangan yang telah terjadi.

Pak Kusumah dan ayah Nina terlihat serius bicara. Sesekali mata mereka menatap Rudi dan Nina seraya mengangguk-anggukkan kepala serta saling menepuk bahu. Kemudian dengan berjalan beriringan, kedua lelaki itu kembali ke tempat duduk masing-masing. Ketegangan tersirat di wajah mereka.

“Mohon maaf, apabila kami membuat suasana acara hari ini menjadi tidak nyaman. Saya tidak menyangka bakal bertemu dengan Ardiansyah yang ternyata ayah Nak Nina. Saya tidak tahu kalau Pambudi adalah Ardiansyah yang saya kenal. Saya ….” Pak Kusumah berhenti menjelaskan. Airmatanya mendadak tumpah. 

Ayah Nina pun berkaca-kaca menahan tangis. Dengan terbata-bata, ia melanjutkan penjelasan Pak Kusumah yang terpotong,” Ardiansyah itu nama kecil saya. Pak Kusumah ini sebenarnya bukan ayah kandung Nak Rudi, melainkan paman. Dia adalah adik dari almarhumah istri saya yang pertama. Sayalah ayah kandung Nak Rudi. Setelah berpisah, ibu kandung Nak Rudi sakit hingga meninggal dunia. Maka, dirawatlah ia sebagai anaknya. Maafkan ayah, Rudi, Nina. Kalian masih bersaudara. Jadi dengan berat hati ayah sampaikan, acara lamaran ini tidak dapat dilanjutkan.” 

Nina tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pandangannya menjadi gelap dan tubuhnya lunglai tak sadarkan diri. 

Bandung, 10 April 2019 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami