Joeragan artikel

Sebelum Pergi Mengamen

Oleh: Dewi Hendrawati Triesnaningtyas

Harum kopi yang baru diseduh Maria menguar bersamaan dengan gigiitan terakhir sepotong brownies.

Ia bergeming ketika Dara memanggilnya. Potongan brownies itu belum juga berhasil melewati kerongkongan. Dengan tangan kanan, ia mengambil kopi, lalu meneguknya agar sisa-sisa brownies tak lagi menyesakkan ruang kerongkongannya.

“Ma! Dara sudah siap, nih! Kita berangkat sekarang, yuk!”

“Sebentar, kopi Mama belum habis!” Maria bersuara.

Sejak Danu pergi, Maria sering terlihat duduk sendirian sambil menyeruput kopi. Sebelum itu, ia sengaja tidak beraktivitas apa pun di pagi hari, kecuali menemani Danu di teras rumah nan mungil. Mereka berbincang tentang masa depan Dara, puteri tunggal mereka.

“Aku ingin Dara menjadi dokter, Mas!” ujar Maria pada suatu pagi di teras yang sama.

“Tidak, Sayang. Dara harus menjadi hakim. Kurasa profesi itu cocok untuknya. Lihatlah, ia begitu idealis, sama seperti aku, papanya!” Danu terkekeh.

Di sela-sela obrolan mereka, Dara muncul dengan kemeja putih dan rok plisket hitam yang manis. Rambut ikalnya dibiarkan tergerai. Gincu nude berwarna lembut berpadu dengan riasan wajahnya yang natural.

“Tampil di mana hari ini, Sayang?” Danu bertanya seraya meminta Dara duduk di sampingnya.

“Di Novotel, Pa!” jawab Dara singkat.

“Sarapan dulu, Nak!” lanjut papanya.

“Aku sarapan di hotel saja, Pa. Tadi, Puput sudah menelepon. Aku diminta segera ke sana untuk menemaninya.”

“Paling tidak, kau habiskan saja dulu susu hangat ini!” pinta Maria.

Dara menuruti permintaan mamanya. Setelah itu, Maria membersihkan sisa susu yang berantakan di sekitar bibir Dara.

“Pa, Ma, Dara pergi dulu, ya!”

Dara memang kebanggaan keluarga. Dia cantik, energik, cerdas, ambisius, dan patuh pada orang tua.

Prestasinya di sekolah luar biasa. Tak heran jika Maria dan Danu mendukung apa pun pilihannya, termasuk menekuni hobinya bermain biola yang membuatnya lebih sibuk belakangan ini. Ada banyak undangan untuk tampil di pesta pernikahan.

Dara juga beberapa kali menjuarai olimpiade sains. Namun begitu, gadis ini tetap rendah hati dan patuh kepada orang tuanya.

Maria memang menginginkan Dara mendaftar di kedokteran, sedangkan Danu mengharapkan Dara mengambil Hukum. Maria sempat kuliah di fakultas kedokteran selama dua tahun. Dia gagal menyelesaikan kuliahnya karena harus menikah dengan Danu. Sekarang, ia ingin Dara melanjutkan mimpinya menjadi dokter. Begitu pun dengan Danu. Dia berharap Dara meneruskan jejaknya menjadi hakim.

Alih-alih menuruti keinginan orang tuanya, Dara memilih sekolah musik di Inggris. Namun, ia memilih pulang ke tanah air sebelum studinya selesai. Padahal, Maria sudah melarangnya

“Ma!” Suara lembut Dara membuatnya terkejut.

Beberapa butir obat dan segelas air hangat ada di tangan Dara.

“Mama hebat bisa menghabiskan sepotong brownies. Sekarang kita minum obat dulu, ya!”

Kursi roda yang menopang tubuh Maria digeser letaknya mengarah ke sinar matahari.

Dara tidak menjadi dokter seperti harapan Maria maupun hakim seperti harapan Danu. Bahkan, ia belum menuntaskan sekolah musiknya. Setelah kabar kecelakaan kedua orang tuanya, Dara memilih menemani Maria yang hanya bisa duduk di kursi roda sambil menyeruput kopi di Minggu pagi, lalu mengantarnya ke makam Danu. Setelah itu, barulah ia pergi “mengamen” di pesta-pesta pernikahan.

DHT
Editor: Saheeda Noor

3 komentar untuk “Sebelum Pergi Mengamen”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami