Oleh. Indah Taufanny
“Baik-baik di sana, ya, Bun,” pesan suami, melepas kepergianku mengikuti seminar di Palembang.
Kukecup punggung tangannya dengan takzim. Aku terharu, Mas Rizki begitu baik mengizinkanku pelatihan selama satu minggu. Mengingat ini pertama kalinya aku pergi jauh selama kami menikah sepuluh tahun.
“Yakin, Mas enggak mau katering aja?” tanyaku mencoba meyakinkan pilihan Mas Rizki mempersiapkan makanan anak-anak disaat aku tidak di rumah.
“Iya, tenang saja, Bun,” jawabnya
mantap,” kalau urusan masak Ayah masih sanggup. Jauh dari Bunda yang enggak sanggup,” lanjutnya sambil mengerling genit. Aku pun membalasnya dengan mencubit perut buncitnya.
***
Hari pertama mengikuti seminar, aku tidak bisa fokus. Suamiku bolak-balik video call disaat pembelajaran tengah berlangsung.
>>> Hari pertama mengikuti seminar, aku tidak bisa fokus. Suamiku bolak-balik video call, saat pembelajaran tengah berlangsung.
“Bun, Ayah mau masak sayur sup. Bumbunya apa saja?” tanyanya, sambil tangannya sibuk mencari-cari bumbu di rak bumbu.
Antara geli dan kesal, aku bergegas melipir keluar kelas supaya lebih nyaman berbicara.
“Itu, loh, Yah, merica yang di wadah kuning,” jawabku, sambil memonyongkan bibir menunjuk ke arah rak bumbu.
“Trus apalagi?” tanya Mas Rizki gupek, membuatku tertawa melihatnya.
“Jahe satu ruas jari, bawang putih 6 siung, bawang merah 4 siung. Semua ditumbuk halus, ya, Sayang. Terus jangan lupa ditumis,” godaku.
Tut tut tut.
Belum sempat aku mendengar jawabannya, sambungan sudah terputus. Akupun kembali ke ruang kelas. Mas Rizki tidak lagi menelepon. Artinya kondisi pasti aman terkendali, fikirku.
***
Malamnya, kedua anak bujangku menghubungiku lewat video call. Suara mereka riuh berebutan ingin bicara.
“Bunda, kapan pulang?” tanya si sulung yang sudah berusia sepuluh tahun. Ia sudah cukup mandiri untuk ditinggal, sebenarnya.
“Bunda, cepat pulang,” sambar si kecil, “masakan Ayah enggak enak,” teriaknya sambil merengut. Membuatku tertawa geli melihatnya.
“Memang kenapa masakan Ayah? Tadi, loh, Ayah masak sup pakai resep andalan Bunda,” terangku mencoba membela Ayahnya.
“Sayur supnya pedas banget. Adek enggak suka,” si kecil kembali merajuk.
Kok bisa?
“Mana Ayah?” Aku penasaran ingin menanyakan langsung pada Ayahnya anak-anak.
“Loh, Yah, memang sayur supnya dikasih cabai? Kok pedas?”
“Ternyata bumbunya harus ditumis dulu ya, Bun?” tanya suamiku cengar-cengir.
“Lah? Iya, dong.” Aku tertawa mendengar pengakuan suamiku yang polos. Pantas sayurnya pedas, rupanya bumbunya enggak ditumis. Ayah, Ayah.
#ajangfikmin joeraganartikel2021
#genrekomedi
#day5
#temamemasak
Editor : Dian Hendrawan
food.detik.com*Gupek (bahasa Lampung) = rusuh, heboh.)