By. Eulis Eva Kurniasari
Namanya Vika. Orang mengenalnya sebagai gadis remaja yang aktif dalam berbagai kegiatan. Dia punya banyak talenta, kecuali dalam hal masak-memasak.
“Vika, suatu saat kamu akan berumah tangga dan jadi seorang ibu. Jadi, kamu harus belajar memasak mulai sekarang.
“Tenang saja, Bu. Tinggal baca resep masakan. Mudah, bukan?” kata Vika sambil tertawa.
“Vika…Vika …” ucap ibunya sambil tersenyum.
Setelah tiba masanya, Vika menikah dengan Jaka. Jaka juga punya banyak talenta, termasuk memasak. Walaupun laki-laki, ia sering membantu ibunya memasak.
Jaka tak marah mengetahui Vika tak bisa memasak. Ia membimbing Vika hingga pandai memasak beberapa menu masakan.
“Vika sekarang sudah pandai memasak, ya?” Jaka menggoda Vika.
“Ya iyalah, siapa dulu dong, yang gurunya.”
Jaka tersenyum.
“Kamu mau masak apa hari ini, Vik?”
“Aku mau mencoba memasak sayur kacang merah.”
“Sudah tahu bumbunya apa saja?”
“Tenanglah, Ka. Aku mau coba sendiri dengan resep yang ada di kepalaku.”
“Selamat memasak, Istriku Sayang! Semoga masakannya yummy .”
Jaka segera keluar menuju taman untuk membersihkan rumput.
Vika segera mengeksekusi rencananya. Semua bumbu sudah dimasukkan, tinggal daun salam.
“Daun salamnya berapa lembar, ya? Biar enak, satu tangkai kumasukkan semua, deh. Nanti, kalau daun salamnya kering, malah dibuang.” Vika masih berargumen sendiri.
Alhamdulillah, sayur kacang merahpun siap dihidangkan.
Jaka terlihat lelah. Dengan badan penuh keringat, ia segera menghampiri Vika di dapur.
“Sudah selesai , Vik?”
“Sudah. Semua bumbu kumasukkan. Dijamin enak, deh .”
Jaka pun mencicipi masakan istrinya.
“Bagaimana? Rasanya enak?”
“Vik, bumbu apa saja yang kau masukkan?”
“Bawang merah, bawang putih, gula merah, asam, dan garam.”
“Sudah benar bumbunya. Tapi kenapa rasanya pahit, ya?”
“Apa? Pahit?”
“Sayurnya pakai daun salam?”
“Ya, tetapi sudah kubuang sebelum disajikan.”
“Berapa banyak? Satu atau dua lembar?”
“Aku gunakan setangkai yang isinya 15 lembar, Ka.”
“Pantesan pahit, Vik. Daun salamnya cukup satu atau dua lembar saja. Jika kebanyakan, hasilnya jadi pahit.”
“Oh, begitu, Ka. Maaf, ya. Aku tidak tahu. Tadinya, aku mau bikin surprise untukmu.”
“Ya sudah, tidak apa-apa. Walaupun pahit, tetap enak, kok.”
Mereka tertawa. Sejak kejadian itu Vika mulai semangat belajar memasak.
Keesokan harinya, seorang teman Jaka datang membawa ikan hasil pancingannya. Dengan senang hati Vika mencoba menggoreng ikan itu.
“Waduh, gimana ini? Kok, ikannya belum kering juga, ya?” Vika berguman di depan kompor.
Ikan yang ada di wajan, terus Vika bolak-balik, hingga akhirnya ikan itu kering. Namun hasilnya sudah terpisah antara duri dan daging. Karena kecewa melihat hasilnya, Vika segera memanggil Jaka yang sedang mengobrol dengan temannya.
“Ka, sini!”
Jaka segera menghampiri istrinya di dapur.
“Ada apa, Vik?
“Coba perhatikan ikan ini, kok, terpisah antara tulang dan dagingnya?”
“Ya Allah, Vik. Kok, bisa begini? Sepertinya belum kering ikannya, lalu kamu dibolak-balik terus, ya?”
“Iya, betul, Ka. Aku heran, ikannya enggak kering-kering. Ya sudah, aku bolak-balik. Eh, malah bentuknya seperti ini.”
“Ya sudahlah, Vik. Walaupun bentuknya seperti ini, rasanya pasti enak dan renyah.”
Akhirnya Jaka dan Vika tertawa bersama. Melihat ikan mas goreng filet ala Vika.
“Vika, Vika,” kata Jaka sambil memijit hidung Vika, lantas kembali ke teras menemui si pemberi ikan.
Bandung Barat, 12 Juli 2021
Editor: Saheeda Noor
#fikminJoeraganArtikel2021
#GenreKomedi
#TemaMemasak
harus sering eksekusi resep dech
Ya, betul mbak. Hehe