Joeragan artikel

Salah Jadwal

Etika Amatusholihah

Hari ini Qudink masuk sekolah dengan semangat membara dan rasa percaya diri yang tinggi. Ia memakai seragam beratribut lengkap karena hari ini hari Senin dan akan upacara bendera. Ia berangkat pagi-pagi dan menjadi siswa yang paling pertama masuk ke dalam kelas. Bahkan, ketika penjaga sekolah yang bernama Pak Narji masih membersihkan kelas, si Qudink sudah masuk dan nyelonong saja.

“Waduh mas, jangan masuk dulu ya. Ini masih saya pel.” Harap si bapak saat Qudink sudah masuk dua langkah ke dalam kelas.

“Emangnye kenapa, Pak?”
“ Ya, masih basah. Takut kamu kepeleset. Di luar dulu ya, plees.”

Demi menjaga keprofesionalan si bapak , Qudink pun mundur tiga langkah balik badan, ia kemudian duduk di kursi panjang depan tembok kelasnya. Letaknya persis di sebelah pintu kelas Qudink.

Dia mengamati jam tangan Rolex warisan engkongnya. “Eh, masih jam 6 pagi. Pantes aja sepi amat ni sekolah.”

Sambil menunggu, Qudink membuka tasnya dan mengambil buku IPA untuk belajar. Ia tahu, hari ini, pada jam pelajaran pertama akan ada ulangan IPA Bab 6.

Sebenarnya Qudink sudah belajar tadi malam, tapi daripada bosan menunggu kelas di pel, lebih baik dia membaca buku lagi dan menghafalnya.

Lima menit kemudian. Pak Narji keluar membawa ember serta alat pel. Ia keluar tanpa bicara dan tanpa mempersilakan Qudink masuk. Hanya saja saat pintu kelas di tutup. Pandangan Pak Narji rada sedikit bingung melihat Qudink.

Qudink yang juga melihat Pak Narji, menawarkan diri membantunya membawa ember.

“Saya bawakan ya, Pak, Bapak pasti capek.”

“Oh, enggak papa Nak, udah biasa keles”.

“Widih, si bapak bahasanye gaul juga. Belajar dari mana pak?”

“ Ih, mas Qudink kepo,” jawab pak Narji sambil berjalan dan tertawa. Qudink tak tahan ikut tertawa juga.

Setelah membawakan ember ke toilet sekolah. Qudink meninggalkan Pak Narji yang hendak membersihkan toilet guru. Ia lalu kembali ke kelasnya.

Qudink membuka pintu kelas, aroma khas pengharum pel lantai yang sangat disukainya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan dikeluarkannya perlahan sambil membentangkan kedua tangannya. Persis seperti adegan bernafas di iklan detergen pel lantai.

Setelah puas. Ia duduk di kursi dan menaruh tas di atas meja. Qudink melihat sekeliling kelasnya yang masih sepi.

Hmm … enak kayaknya, kalau kelas ini muridnya sedikit. Enggak rame kaya pasar, ucapnya dalam hati sambil tersenyum.

Qudink kemudian melanjutkan membuka buku IPA nya, kali ini dia membuka halaman 62, yaitu latihan soal. Ia membaca setiap pertanyaan dan berusaha menjawabnya. Setiap pertanyaan yang belum bisa dijawab. Ia cari lagi di halaman sebelumnya yaitu materi pelajaran bab 6. Begitu seterusnya sampai ia mengantuk dan akhirnya tertidur dengan kepala menempel di atas mejanya.

Braakkk..!!!

Qudink terbangun dan kaget melompat mendengar suara keras. Matanya terbelalak mencari sumber bunyi itu. Ternyata itu adalah suara pintu kelas yang tertutup tertiup angin. Qudink bangun dari tempat duduknya. Kemudian membuka pintu kelasnya.

Suasana di kelas masih saja sepi. Padahal matahari sudah tinggi dan silaunya sangat terlihat di lapangan sekolah. Ia bingung, mengapa hari ini begitu sepi dan ke mana para siswa yang lain.

Qudink berjalan melewati koridor sekolah. Langkah kakinya sangat terdengar. Ia melewati kelas 2 di dekat kantin. Semua kelas sepi, tidak nampak satu pun siswa atau pun guru.

Aneh, ke mana mereka semua? tanyanya dalam hati.

Qudink memutuskan pergi ke kantin untuk membeli gorengan dan es teh. Tapi pintu kantin ditutup rapat dan tak ada yang berjualan.

Ini sebenarnya pada ke mana sih orang-orang, huft.

“Wuoy… kalian, jangan pada ngumpet wuoy!” teriak Qudink memecah kesunyian.

Tak lama kemudian muncul pak Narji dari toilet guru dan mendekati Qudink.

“Hey, Gaes, kenapa teriak-teriak? Bikin orang kaget aja.”

“Pak, orang-orang pada ke mana? Kok sepi amat.”

“Ya, pada ke Dufan lah.” jawab Pak Narji santai.

“Loh … loh … kenapa? Why atuh?” Qudink bingung dan melihat jam nya yang menunjukkan pukul delapan lebih lima belas menit.

“Wah, Mas Qudink kayaknya lupa apa sengaja nih?” Tadi jam tujuh bisnya  berangkat.”

Ternyata Qudink lupa kalau hari ini sekolah mengadakan wisata ke Dufan. Ia baru ingat kalau bis akan berangkat pukul tujuh tepat. Setelah melihat jam lagi waktu sudah terlewat jauh, walhasil Qudink tertinggal bis rombongan.

Qudink berlari tanpa pamit kepada Pak Narji, ia buru-buru mengambil tasnya di kelas dan pergi menyusul teman-temannya.Ia berlari sampai ke ujung komplek sekolah untuk menunggu bis umum.

Sampai di jalan raya, Qudink bingung kendaraan apa yang harus ia naiki untuk menuju ke Ancol. di halte bis tidak ada orang sama sekali yang bisa ia tanyai.

Qudink merogoh kantung celananya, Hari ini ia hanya membawa uang saku dua puluh ribu saja. Ia mulai menghitung-hitung ongkos naik bus dan tiket masuk ke lokasi Ancol.

Ah, enggak papa, insyaa Allah cukup, pikirnya.

Qudink naik bus rute terminal Tanjung Priok  dan naik mikrolet yang super lama jalannya karena sepi penumpang.

“Pak, bisa dicepetin enggak mobilnya?” tanya Qudink pada supir mikrolet yang asik bernyanyi.

“Kalo enggak mau terlambat, ya jangan berangkat siang-siang, mas.” jawab si bapak supir.

Qudinkpun terdiam, gelisah, hatinya tak sabar sambil bolak-balik melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan angka sepuluh.

Setelah satu jam perjalanan, akhirnya sampai juga di Ancol, pintu masuk Ancol lumayan jauh, ia berjalan cepat dan membeli tiket. Setelah masuk area Ancol, Qudink bingung harus melewati jalan yang mana karena ini pertama kalinya ia pergi ke Ancol dan apesnya seorang diri pula.

Qudink melihat petugas kebersihan yang sedang menyapu jalan. Ia berlari menghampiri petugas itu dan bertanya  lokasi Dufan. Petugas itu menunjukkan arah yang membuat Qudink tambah bingung. 

Ternyata area Ancol sangat luas, jalan menuju Dufan sangat jauh bila ditempuh dengan berjalan kaki, sekali-kali ia berjalan lalu berlari. Ia sangat letih tapi harus buru-buru agar bisa bertemu dengan teman-temannya di Dufan.

Akhirnya dengan segala perjuangan tenaga, Qudink sampai ke pintu masuk Dufan dan menunjukkan tiket masuk kepada petugas. Di dalam Dufan Qudink mulai mencari teman-temannya, Ia bertanya kepada petugas perihal rombongan dari sekolahnya yang saat ini ada di Dufan. Petugas itu memberitahu bahwa rombongan sudah meninggalkan lokasi setengah jam yang lalu.

Berarti sekarang mereka  menuju ke Taman Mini, pikir Qudink. Oh, tidakkk … !

Qudink lemas saat itu juga, belum terbayar lelahnya, ia harus menerima kenyataan ditinggal rombongan untuk yang kedua kalinya.

Qudin hanya bisa duduk sedih. Ia meminum air mineral yang dibawanya, isinya tinggal setengah. Diteguknya air itu sampai habis. Ia kesal dan melempar botol itu di jalan. 

Qudink meraung-raung nangis. Sedihnya bertambah-tambah karena tidak bisa pulang. ia  kehabisan ongkos.

“Makkkkkkkk  tolong Qudink … !huaaaa … huaaaa…. ,” teriaknya dengan keras.

Tiba-tiba badannya basah kuyup, ternyata ia disiram air seember oleh Emaknya yang melihat Qudink tidur sambil teriak di bale-bale belakang rumah.

Qudink panik dan bangkit dari tidurnya.

“Hah … ternyata ini cuman mimpi?”

***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami