Beberapa siswa tampak riuh memandangi kertas di tangannya masing-masing saat aku kembali dari toilet. Itu pasti hasil ulangan matematika. Benar saja, tak lama ketua kelas memberikan kertas ulanganku. Aku menyunggingkan bibir tatkala mendapati angka 85 di kertas tersebut.
Kuhampiri geng Primadona, nama yang Prisia buat untuk mengukuhkan persahabatan kami. Primadona sendiri berasal dari singkatan nama, Prisia, Masya, Donita, dan Nana.
“Sya, nilai ulangan Nana 100, nih. Pulang sekolah, kita mau belajar bareng di rumah Nana biar nilai matematika gue gak jeblok lagi. Lu ikut?” tanya Prisia menoleh ke arahku yang baru duduk di sampingnya.
“Enggak. Gue ada les bahasa inggris,” jawabku datar.
Hati ini terasa panas. Kebencian selalu muncul setiap kali nilai Nana lebih tinggi dariku. Padahal aku sudah belajar hingga tengah malam, agar dapat nilai tertinggi di kelas.
Prisia dan Donita pasti akan memuji kecerdasaan cewek cupu itu. Ujung-ujungnya, mereka akan berkumpul di rumah Nana sepulang sekolah. Padahal sebelum cewek itu bergabung ke geng kami, rumahku selalu jadi markas ternyaman bagi kami.
Dulu Nana adalah cewek culun yang tidak punya teman. Setelah aku merangkulnya, mengajari cara memakai lensa kontak, mengubah gaya rambutnya, dan sering mendandani agar penampilannya tidak kuno, cewek itu malah menjadi populer.
***
Mami tengah sibuk di dapur, saat aku pulang sekolah. “Eh, anak Mami sudah pulang. Nana gak mainkah? Akhirnya Mami berhasil bikin bolu berkat resep dari Nana.”
Kurespon Mami sekenanya, lalu segera masuk kamar sebelum mendengar lebih banyak lagi pujian Mami kepada Nana yang cerdas dan pintar masak.
Nana tidak hanya merebut Prisia, Donita, dan Mami, dia juga telah mengambil posisiku. Seharusnya aku yang mengikuti olimpiade fisika bersama Bayu. Akan tetapi, guru fisika kami malah memilih Nana.
Aku semakin muak dengan Nana, ketika Bayu mengatakan kalau dia mencintai gadis lain, tepat setelah aku mengatakan isi hatiku kepadanya.
Sudah pasti, gadis yang dimaksud Bayu adalah Nana.
Aku berpura-pura menangis di hadapan Prisia dan Donita, lalu mengatakan bahwa Nana sengaja mendekati Bayu di saat geng Primadona tahu kalau aku sudah lama menyukai cowok itu. Nana akhirnya dikeluarkan dari geng.
Aku tak henti mengajak Prisia dan Donita untuk merundung Nana. Kami juga terus meneriakinya pengkhianat, cewek cupu tidak tahu diri, bahkan sengaja menguncinya di kamar mandi saat tahu bahwa Bayu mengajak Nana bertemu di perpustakaan.
Kini, sahabat yang menyebalkan itu sudah dikebumikan. Dia ditemukan meninggal dengan banyak luka sayatan di pergelangan tangan. Di samping pusaranya, air mataku tidak dapat berhenti terjatuh. Aku terus mengutuk perbuatan buruk yang telah kulakukan selama ini kepadanya.
“Terima kasih Nak Masya, sudah menjadi sahabat Nana. Dia selalu kagum pada keberanian dan kecantikanmu. Namun, kini Nana sudah pergi. Akan Tante pastikan preman itu dihukum seberat-beratnya karena telah mencabuli Nana hingga depresi,” ujar ibunya Nana, lalu mengajakku pulang karena hari mulai senja.
Bukannya pulang, tangisku malah makin pecah. Seandainya malam itu aku menolongnya saat dipepet preman yang mabuk di gang, bukan pura-pura tidak tahu dan meninggalkannya. Mungkin Nana tidak akan depresi karena menjadi korban pencabulan, sekaligus perundungan dariku.
Indramayu, 8 Juli 2021
#ajangfikminjoeraganartikel2021
#Day3
#Persaingan
Penulis : Nita Yunsa
Editor : Fitri Junita