Wajah Renata memerah tatkala memergoki kakaknya merokok di warung dekat sekolah setelah jam pelajaran usai. Roni segera mengejar adiknya yang lebih muda satu tahun darinya, seraya memohon.
“Please, Dek. Jangan aduin ke Mama!”
Renata terpaksa menuruti permohonan kakaknya dengan syarat, Roni harus mengantarnya membeli sop iga kesukaan Kakek dan mengantarnya ke rumah Kakek.
Tidak ada suara yang menyahuti salam sesampainya di rumah kakek, walau begitu mereka tetap masuk hingga berada di ruang kerja kakek. Tampak sebuah pintu alumunium berdiri tegak dengan kabel-kabel di sekitarnya. Sepertinya kakek mereka yang seorang profesor tengah menciptakan suatu benda.
Roni iseng menekan sebuah tombol merah besar. Kabel-kabel seketika meliuk-liuk, pintu aneh itu mendadak terbuka, dan cahaya terang muncul dari dalam pintu hingga menyilaukan mata mereka.
Mendadak mereka sudah berada di trotoar dengan pemandangan sangat asing. Gedung-gedung menjulang sangat tinggi, kendaraan berbentuk kapsul terbang ke sana ke mari, dan pohon-pohon terlihat seperti pohon sintetis.
“Kita di mana, Dek?” tanya Roni cemas.
“Kakak, sih, tangannya enggak bisa diem,” gerutu Renata. “Kayaknya kita ada di masa depan.”
Pandangan Roni seketika terfokus pada sosok mirip dirinya versi paruh baya, yang mengenakan syal dan baju rajut tengah berjalan lemah menuju pemakaman.
“Kayaknya itu gue versi tua, Dek. Yuk, ikutin dia!” ajak Roni.
Pria yang mirip Roni tersebut berlinangan air mata menatap sebuah makam. Setelah pria itu pergi, Roni dan Renata segera mencari tahu tentang makam tadi. Renata seketika membulatkan mata melihat namanya, di samping nisan kedua orang tuanya.
“Apa aku akan mati muda, Kak?” tanya Renata cemas.
Tiba-tiba seorang gadis remaja datang mengagetkan mereka.
“Kalian siapa? Kenapa wajah kalian mirip sekali dengan wajah ibu dan pakde di foto?” tanya gadis yang kemudian diketahui bernama Sherin.
Roni dan Renata akhirnya mengaku bahwa mereka tersesat ke masa depan. Sherin yang tahu bahwa gadis seumurannya adalah ibunya di masa lalu, mulai menceritakan hal-hal yang terjadi di masa depan.
Sherin berkata bahwa Renata meninggal di usia 29 tahun karena kanker paru-paru. Ayah Renata tutup usia akibat diabetes. Ibu Renata meninggal karena penyakit paru obstruktif kronik, setelah menjadi perokok pasif. Roni kini sedang menjalani pengobatan kanker mulut, sedangkan kedua anak Roni mempunyai penyakit asma.
Selepas bercerita banyak hal, Sherin mengajak mereka ke rumah seorang profesor yang merupakan murid kakek Renata untuk kembali ke masa lalu.
Setelah berhasil kembali, mereka bergegas keluar dari ruang kerja Kakek dan mendapati sang kakek tengah menyantap sop iga kesukaannya. Kakak beradik itu memutuskan merahasiakan perjalanan barusan.
“Jadi, apakah Kakak dan papa masih mau merokok setelah tahu semua orang di sekitar Kakak bakal penyakitan?” sindir Renata, saat di jalan pulang membonceng motor kakaknya.
“Ya masih, dong. Tapi gue bakal jadi profesor kayak kakek untuk membuat rokok yang aman. Gue juga bakal buat obat yang ampuh menyembuhkan penyakit yang diakibatkan rokok,” ucap Roni penuh tekad, sementara Renata terus memukuli punggung kakaknya yang belum juga insyaf setelah melihat masa depan.
Indramayu, 23 Juli 2021
Penulis : Nita Yunsa
#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day12
#TemaLorongWaktu
Editor : Ruvianty