Oleh: Indah Taufanny
Ike menghela nafas berat. Diletakkannya gawai yang sedari tadi dipegangnya. Matanya lelah membaca grup alumni yang ramai dengan celoteh tidak jelas.
Terakhir pesan yang dibacanya undangan reuni di Wood Cafe, besok sore jam 4. Hatinya bergejolak, seolah melompat ke masa silam.
“Apa kabar si Vriska, ya? Seperti tertelan bumi,” celoteh wak geng rumpi angkatan kami.
“Eh, dengar-dengar Mika sudah delapan tahun nikah belum punya anak, ya?”
Baru saja pembahasan tentang Vriska usai, lanjut ke obrolan si primadona kampus.
“Enggak nyangka ya, cantik-cantik ternyata mandul.”
Mulut pedas Sinta mulai dibumbui cabai caplak satu kilo. Panas berapi-api.
“Pulang dari sini kita hunting, yuk ciin. Anak gue sudah ribut aja, nih, minta dibelikan kemeja baru.”
Sekarang giliran Nita yang nyerocos.
Ike hanya menimpali sesekali, kadang ia membalas dengan senyum malas.
Itu reuni tahun lalu. Ada satu komentar yang begitu menusuk hingga ke relung, “Eh, Ike kok perasaan lu sekarang kurus, ya? Enggak kayak dulu, bohai dan seksi. Kayak enggak dikasih makan suami aja.” Siapa lagi kalau bukan Susan, si bos genk rumpi.
“Mending gue dong gemuk, subur. Berarti gue diperhatikan suami,” sambar Laras yang disambut tawa riuh teman-teman alumni kampus.
—
Ike kembali membuka grup alumni. Pergi tidak, pergi tidak. Kalau berangkat, ia merasa kalau datang ke reuni adalah suatu pekerjaan sia-sia. Hanya mengobrol dan ngerumpi tidak jelas. Tapi di rumah terus ia merasa bosan. Jujur ia butuh piknik. Di tengah kebimbangannya, tiba-tiba ada pesan pribadi berbunyi.
[Ke, besok datang, ya. Aku tunggu.]
Pesan Fatan, lelaki yang sempat mengisi lembaran manis dalam hidupnya. Berharap ia datang, ย setelah sekian lama mereka hilang kontak. Ike terakhir mendapat kabar Fatan baru saja bercerai dengan istrinya.
Ike bergeming, tidak membalas pesan itu.
Ditatapnya dua buah hatinya yang tengah tertidur pulas. Lelah seharian mengurus rumah hilang, menatap wajah-wajah polos mereka. Namun, wajah manis Fatan, tak kalah bergelayut manja di pelupuk.
Tiba-tiba ia teringat pesan suaminya saat memutuskan untuk mengambil pekerjaan di Batam. Jarak antara Bogor-Batam tidaklah dekat. Ada banyak godaan dan fitnah akan menghantam perahu rumah tangga mereka. Sudah satu tahun ini suaminya tidak bisa pulang karena berbagai alasan kesibukan. Tak sedikit kabar burung yang sampai ke telinga perempuan cantik itu. Namun Ike tetap tegar, selama komunikasi berjalan lancar, ia tidak akan terpengaruh.
Suara panggilan video tiba-tiba berdering. Fatan? Berani sekali dia. Setan mulai membisikinya, Angkat! Toh suamimu tidak tahu. Suara hatinya yang dibumbui penyedap mulai merayu. Jangan angkat, nanti anakmu mendengar. Besok berangkat saja ke acara reuni, titipkan anak-anak pada neneknya.

#ajangfikminjoeraganartikel2021
#Day1
#bebas
Editor : Dian Hendrawan