Oleh. Indah Taufanny
“Ck.. ck.. ck.. Masyaallah…” Ninik berdecak kagum. Matanya tak henti memandangi langit-langit rumah yang begitu mewah. Keindahannya semakin nampak dengan hiasan lampu seperti berlian berkerlip-kerlip. Mulutnya yang mungil ikut menganga saking terpananya.
“Ehm!”
Ninik menoleh terkejut mendengar suara berat laki-laki berdehem.
“Oh, eh, maaf, Mas, eh.. Pak.” Ninik tampak gelagapan di depan laki-laki yang rupanya adalah kepala asisten rumah tangga disana.
Laki-laki tampan bertubuh tegap itu mengantar ia dan Bude Siti menuju kamar tidur mereka. Ruangan itu cukup besar dengan dua tempat tidur berukuran single. Pasti satu untuknya dan satu untuk Bude siti, tebaknya.
Setelah menunjukkan kamar Ninik dan Bude Siti, Laki-laki itu mengajak mereka berkeliling rumah bertingkat itu. Di lantai atas, mereka bertemu dengan dua orang perempuan yang sedang tertawa sambil bermain dengan dua anak kecil, laki-laki dan perempuan. Lisa dan Wati adalah dua baby sitter yang menjaga anak-anak. Keduanya terlihat bersih dan cantik. Ninik nampak iri melihat mereka. Terlebih kamar mereka nampak lebih bagus dibandingkan kamarnya.
***
Pagi itu, Ninik bangun pukul 4 pagi. Tugasnya di rumah mewah itu adalah mempersiapkan makanan untuk seisi rumah. Ninik memang pandai memasak. Ia belajar memasak saat bekerja di sebuah rumah makan. Ilmunya akan ia terapkan di rumah mewah ini.
Upaya Ninik berhasil, Tuan rumah yang sudah hampir sebulan di Amerika, merindukan makanan Indonesia. Hari itu Ninik memasak gudeg asli Yogya. Tuan Maher yang kebetulan berasal dari Yogyakarta, langsung jatuh cinta dengan masakan Ninik.
Trik pertama mencuri perhatian tuan rumah, menuai sukses. Ninik mulai mencari cara untuk menyingkirkan Lisa. Ia tidak suka pada gadis cantik itu. Purwono, sang kepala asisten rumah tangga, ternyata menaruh hati pada Lisa. Ini tidak bisa dibiarkan.
“Pur! Pur!” Teriakan Tuan Maher di pagi hari, mengejutkan seisi rumah yang biasanya sepi.
“Dimana orang ini?!” Suara Tuan Maher semakin membahana.
“Ada yang bisa dibantu, Tuan?” Ninik datang tergopoh-gopoh.
“Dimana Purwono?!” tanya Tuan Maher. Matanya terbelalak merah, tangannya mengepal menahan marah.
“Sepertinya sedang keluar, Tuan,” jawab Ninik hati-hati.
“Kenapa pergi pagi-pagi sekali?” nada suara laki-laki bertubuh gemuk itu mulai menurun, “biasanya dia yang mempersiapkan segala keperluan saya,” gumam Tuan Maher sambil duduk di meja makan.
Ninik menyimpan senyum puasnya. Dengan sigap ia menggantikan peran Purwono, mempersiapkan keperluan Tuan Maher. Tadi, pagi-pagi sekali Ninik meraung-raung kesakitan dan meminta Purwono keluar mencarikan obat. Awalnya laki-laki itu menolak, karena takut Tuan Maher marah.
“Kalau sampai makanan Tuan belum siap, maka saya akan bilang ke Tuan kalau Pak Pur adalah penyebabnya,” ancam Ninik. Dengan terpaksa laki-laki muda itu pun bergegas keluar dengan sepeda motornya.
Beberapa hari kemudian, giliran Nyonya Maher yang panik bukan kepalang. Tas Hermes yang ia beli saat di Amerika hilang tanpa jejak, kolesi tasnya memang disimpan di ruang tersendiri. Letaknya di antara kamarnya dan kamar kedua baby sitter anak-anaknya. Ia langsung berprasangka pada salah satu dari Lisa atau Wati. Malangnya Lisa, hari itu juga diusir pulang ke kampung halamannya setelah sang Nyonya menemukan tas seharga ratusan juta itu di dalam travel bag milik Lisa.
#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day4
#TemaPenjilat
Editor: Dina Ananti