Joeragan artikel

Rasa yang Tertinggal

Yogyakarta, 20 Januari 2021.

Saat ini usiaku tiga puluh enam tahun. Sudah bukan waktunya untuk baper atau di-ghosting oleh kaum adam. Aku hanya ingin ada seorang laki-laki yang baik hati dan menyayangiku serta serius menjalani kehidupan rumah tangga bersamaku. Aku sudah lelah dengan sikap mereka yang hanya ingin mendekatiku tanpa kepastian.

Rasa kecewa yang kurasakan karena laki-laki, membuatku banyak merenung dan mengingat Sang Kholik.

            “Yaa Allah, Engkau sungguh cemburu, tatkala hamba terlalu dekat dan banyak mengingat lelaki yang hamba sukai. Engkau Maha Baik. Engkau selalu memberikan petunjuk keselamatan kepada hamba”.

Aku membuka aplikasi pertemanan online. Di sana banyak pilihan lelaki, cukup pilih yang disukai. Namun, zaman sekarang berteman secara online pun tetap harus hati-hati.

“Mba Lala. Mau kenalan dengan temanku?” tanya adikku.

Namaku Lala, sedangkan Dinda adalah adikku. Aku seorang ghostwriter di salah satu media sosial berita online, dengan bayaran nilai mata uang dollar. Aku juga banyak menulis di media online yang lain.

“Siapa sih, Din?” tanyaku penasaran.

“Ada deh, Mbak. Dia orang Bandung. Namanya Satria. Sepertinya dia lebih muda dari Mbak Lala, tapi dia orangnya baik dan dewasa, loh. Pekerjaan PNS,” jelas Dinda menjawab semua rasa ingin tahunya.

Akhirnya aku berkenalan dengan Satria. Dan sesuai perkataan Dinda, Satria orang yang baik dan penyayang. Dia juga selalu bertanya mengenai soal kebutuhan hidupku, tetapi aku selalu menjawab, “Alhamdulillah, cukup.”

Tak terasa sebulan telah berlalu, Satria memantapkan dirinya untuk mengunjungiku di Yogyakarta dengan menginap di sebuah hotel terdekat selama beberapa hari.

Awal pertemuan kami, aku masih belum merasa jatuh cinta kepadanya. Maklum, sebelumnya kami berkomunikasi hanya melalui telepon dan video call, bahkan Dinda ikut menemani. Perbincangan kami sangat santai. Satria ternyata sosok yang perhatian

Pertemuan selanjutnya kami jalan berdua ke Malioboro, karena aku ingin mengenalnya lebih dekat dan kupikir Satria juga menginginkan hal yang sama. Kami bercerita satu sama lain. Saat perjalanan pulang, Satria menembakku. “La, maukah jadi pacar Satria? Eh, jadi calon istri maksudnya.”

Seketika aku melongo mendengar pertanyaannya.

            Apa ini benar? ucapku dalam hati.

“Beneran kamu?” tanyaku.

“Iya bener. Leres. Aku melamarmu, Lala!” tegas Satria sambil menatapku sejenak.

Aku mengiyakan lamarannya. Satria begitu senang. Pipinya memerah karena malu. Satria akan segera memberitahu keluarganya di Bandung, supaya bisa segera menentukan hari pernikahan  .

Keesokan harinya Satria pulang ke Bandung. Aku berharap Satria pulang dengan selamat. Namun. tiba-tiba ponselku berdering. Nomor tak dikenal meneleponku.

“Ya. Salam. Siapa ini?” tanyaku kepada seseorang di seberang sana.

“Salam, Lala. Gimana kabarmu?” Suara laki-laki yang kukenal, menyapa perlahan.

“Ini, siapa?” tanyaku sekali lagi.

“Aku Ryan. Kamu udah nggak kenal aku?”

“Ryan. Aku kira siapa.”

“Maafkan aku, La. Aku udah nyakitin kamu dan mengabaikanmu. Sekarang aku tahu, kalau kamu sayang kepadaku,” ujar Ryan di ujung telepon.

“Jadi, mau kamu apa, Yan?” tanyaku cepat.

“Aku butuh kamu, La. Aku pengen kamu. Aku pengen kembali bersamamu.”

Lala terdiam dan menangis.

 

#ajangfikminjoeraganartikel2021

#Day2

#lamaran

Editor : Fitri Junita

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami