Joeragan artikel

Rahasia yang Sempurna [Andrea Piacquadio/ Pexels.com]

 

Oleh: Haryati Hs.

[Wa, tadi aku lihat Riyan ke toko perhiasan, loh. Jangan-jangan Riyan berencana melamar kamu.]

Sekali lagi Salwa membaca whatsapp dari Ratih, sahabatnya. Masa sih? batinnya ragu. Ini kedua kalinya ia mendengar hal bernada sama.

Kemarin, Mbak Rien, sepupunya memberitahukan bahwa Riyan meminta rekomendasi cafe yang bernuansa romantis padanya. Saat itu Mbak Rien juga mengajukan dugaan yang sama seperti Ratih.

“Assalaamu’alaikum…”

Salam yang terdengar di telinganya mengejutkan Salwa. Ia sampai tergagap saat membalas.

“Duuuh, mikirin apa sih wanita pujaanku ini? Sampai enggak dengar aku berteriak-teriak ucap salam,” goda Riyan.

“Ih, bikin kaget aja,” protes Salwa.

“Wanita pujaanku? Nggak usah sok romantis, deh,” lanjutnya pura-pura cemberut.

Riyan terbahak. Dalam hatinya ia selalu bersyukur mendapatkan hati Salwa. Gadis itu pengertian dan sesekali bisa bersikap manja padanya.

“Loh, iya, kan? Aku sangat memujamu,” sahut Riyan sambil mengerling jenaka.

Salwa meraih bantal kursi dan melemparkan pada Riyan.

“Sudah, ah. Nggak usah gombal. Pasti ada maunya deh ini.”

“Enggak, kok,” ujar Riyan kalem. “Aku cuma mau tanya, hari Sabtu besok kamu nggak ada janji sama Ratih, kan?”

Memang kenapa kalau aku janjian dengan Ratih?” tanya Salwa dengan nada menyelidik.

“Eh … anu … aku mau ajak kamu ke tempat yang istimewa. Mau, ya? Please … “

Mendengar itu, Salwa berdebar. Apakah Riyan akan melamarku Sabtu besok? suara hatinya galau.

***

Sesuai janji, Riyan akan menjemput Salwa jam 19.00 WIB. Meskipun Riyan merahasiakan, tetapi ia tahu bahwa mereka akan pergi ke Cafe Cinta. Mbak Rien bilang padanya kalau ia merekomendasikan cafe itu pada Riyan.

Pukul 19.05, Riyan baru tiba. Setelah meminta maaf karena keterlambatannya dan memuji kecantikan Salwa, Riyan membawa wanita yang sangat dicintainya itu berkendara menuju sebuah cafe di tengah kota.

Sesampainya di cafe, Salwa sedikit tercengang karena nama yang tertera di dinding cafe itu bukanlah Cafe Cinta. “Ah, mungkin Riyan kurang cocok dengan suasana Cafe Cinta,” ujarnya dalam hati. Setelah memesan hidangan favorit mereka, Riyan pamit untuk menerima panggilan di telpon selularnya. Hal itu membuat Salwa sedikit kesal. Untunglah Riyan segera kembali dengan senyumnya yang selalu membuat hati Salwa meleleh.

Sudah satu jam mereka habiskan hanya untuk makan dan mengobrol biasa. Tidak ada tanda kata-kata manis itu akan meluncur indah dari bibir bagus kekasihnya. Salwa gelisah. Ia memutuskan untuk mencari tau. Ketika Salwa akan membuka percakapan tentang dugaan lamaran, telpon genggamnya berbunyi. Dari Ratih.

“Siapa?” tanya Riyan.

“Ratih. Kuangkat dulu, ya?” pamitnya, tetapi Riyan menahannya.

“Jawab di sini saja, Sayang. Aku enggak akan nguping kok,” candanya.

Salwa tersenyum dan mengangguk.

“Assalaamu’alaikum, Tih … “

“Wa, Salwa … !” terdengar Ratih memanggilnya sambil terisak.

“Ratih?! Kenapa?” tanya Salwa panik.

“Wa … Aku dilamar Mas Riyon!”

“Hah?!”

Salwa menatap Riyan kesal setelah menutup ponselnya.

“Kamu curang, ih!” serunya. Dicubitnya lengan Riyan.

Riyan meringis kesakitan, tetapi kemudian menarik lembut tangan Salwa dan menggenggamnya.

“Maaf, Sayang. Mas Riyon memintaku merahasiakannya darimu. Ia khawatir, kedekatanmu dengan Ratih akan menggagalkan surprise yang sudah ia rancang sekian lama.”

Sekali lagi senyum manis Riyan meluluhkan hati Salwa. Lagi pula, ketulusan di mata itu membuktikan kesungguhan baktinya pada Riyon, kakak semata wayangnya.

Editor: Indah Taufanny

#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day 2
#tema: Lamaran

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami