Arini merapikan blazer coklat tua yang di kenakannya, menata kembali letak hijab warna coklat muda. Setelah dirasa cukup rapi, dia pun melangkah ke dalam ruangan yang berukuran 4×6.
“Selamat pagi,” ucap Arini.
“Silakan masuk,” terdengar suara perempuan menyambutnya.
“Silakan duduk.”
Terlihat perempuan anggun dibalut blus warna merah cerah dengan tata rias wajah tipis yang elegan, menyambut kedatangannya.
“Saudari Diah Arini?”
Perempuan itu menatapnya dengan tersenyum. Arini mengangguk santun.
“Iya, benar.”
“Saya sudah membaca proposal kerja anda, sepertinya kami tertarik dengan program yang ditawarkan.” Mungkin ada yang mau di tambahkan?”
“Sepertinya yang saya tulis di situ sudah komplit, Bu. Tinggal kita bicarakan tentang teknis pelaksanaannya.”
Arini berbicara sesantai mungkin agar berkesan tidak grogi. Ini adalah proyek besar pertamanya, setelah dua tahun dia bergelut di bidang Event Organizer. Beberapa kali dia sudah menangani proyek yang skalanya kecil.
“Oke, nanti kami akan menghubungi Mbak Arini lagi untuk membuat surat perjanjian kerjasama.”
Wanita anggun itu tersenyum manis.
***
Setelah menyelesaikan kuliah di jurusan Public Relation lima tahun yang lalu, Arini membuka bisnis sendiri di bidang EO. Sebenarnya di awal berbisnis, dia merintis usaha ini dengan sahabatnya sewaktu kuliah dulu. Dina, namanya.
Namun, Dina memilih untuk membuka usaha sendiri setelah satu tahun mereka bersama. Dari kabar terakhir yang dia dengar, Dina juga mengelola bisnis EO yang sukses.
Proyek besar pertama Arini ini adalah menangani acara peresmian kantor pusat milik Kana Soraya, seorang desainer terkenal di kota Semarang.
Acara akan diadakan di sebuah gedung berlantai tiga, dengan undangan kira-kira 1500 orang lebih. Melalui lelang proyek beberapa waktu yang lalu.
***
Setelah mereka selesai membicarakan semua teknis pelaksanaan acara peresmian itu, Arini bersiap meninggalkan kantor Kana Soraya butik.
“Terima kasih, Mbak Arini, sampai jumpa satu bulan lagi, semoga acaranya sukses.”
“Sama-sama Ibu, aamiin.”
Arini tersenyum, lalu, bangkit dari duduknya dan mereka saling berjabat tangan.
Baru beberapa langkah Arini keluar dari ruangan itu, dia berpapasan dengan Dina, sahabat sewaktu kuliah dan mantan teman kerjanya.
“Hai, Din, apa kabar!” Arini menyapa dengan ramah.
“Eehh … Arini, ya, aku baik-baik saja,”
Dina tampak terkejut dengan sapaan itu.
“Maaf ya, Rin, aku buru-buru.” Sambung Dina.
Arini mengangguk, sambil mengawasi tubuh Dina yang berlalu dengan terburu-buru.
Keesokan harinya, Arini mulai sibuk menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proyek besarnya nanti.
Dia mulai mencari referensi beberapa pihak yang akan diajak bekerja sama. Hingga, dua hari kemudian, saat Arini sedang bersantai di balkon atas kamarnya, suara telepon terdengar membuyarkan konsentrasi membacanya.
Sekilas dia melihat ke layar ponselnya.
“Kana Soraya, ada apa, ya?” Tanya Arini dalam hati.
Segera dia angkat ponsel itu. Tubuh Arini seketika lemas, berita yang diterima barusan benar-benar mengacaukan pikirannya.
Kana Soraya membatalkan kerjasama dengan dirinya. Alasannya, ada beberapa hal yang kurang pas, setelah mereka mengoreksi kembali proposal Arini.
Baginya, ini adalah pukulan yang cukup telak disepanjang karirnya.
Arini merasa kecewa dengan keputusan sepihak dari Kana Soraya. Dia penasaran, EO manakah yang berhasil menggantikan posisinya.
Dia mengambil kartu undangan dari dalam tasnya. Undangan peresmian kantor baru Kana Soraya, yang seharusnya menjadi proyeknya.
Pada hari H, Arini datang ke acara peresmian tersebut. Suasana sangat ramai. Undangan sudah memenuhi ruangan. Arini memilih tempat duduk yang ada di pinggir ruangan sambil menikmati hidangan yang disediakan.
Tiba-tiba, matanya tertuju pada satu sosok perempuan bergaun hitam, dengan rambut yang disanggul cantik, sedang bercakap-cakap dengan wanita anggun yang beberapa waktu lalu mewawancarainya. Mereka tampak berbincang akrab. Penasaran, Arini mencoba mendekat. Ternyata itu adalah Dina.
“Terima kasih, ya Tante, kalau bukan karena bantuan Tante, aku tidak akan bisa mendapatkan proyek ini.”
Suara Dina terdengar bahagia.
“Sama-sama, Sayang, untung saja kamu segera masuk, kalau tidak, proyek ini akan jatuh ke tangan orang lain.”
Wanita anggun itu tersenyum ke arah Dina.
Ya, Allah! Jadi ini semua perbuatan Dina! Jerit Arini dalam hati.
Dia berjalan menuju ke arah kedua perempuan itu. Arini maju beberapa langkah ke hadapan Dina, sambil mengulurkan tangannya.
“Selamat ya, Din. Semoga sukses dengan proyekmu ini!”
Dina terkejut melihat kedatangan Arini dan wanita anggun di sebelahnya tampak tak kalah kaget. Mereka bertiga saling tatap dengan wajah yang sulit untuk diartikan.