“Selamat ulang tahun, Siska,“ ucap Mirna kepada sahabatnya, “doa terbaik untukmu.“
“Terima kasih, Mir,“ jawab Siska tidak bersemangat.
Hari ini dia bangun tidur lebih pagi dari biasanya, berharap ada kue dan hadiah di meja dapur. Namun, hanya kecewa yang diperolehnya karena di dapur tidak ada apa-apa.
“Tidak mungkin mereka lupa, Mir,“ gerutunya pada Mirna, “hampir seminggu ini aku selalu membicarakannya.“
Memang Siska selalu menyinggung soal ulang tahunnya. Seperti meminta Mama membelikan coklat untuk dibagikan ke teman-teman sekelasnya.
Siska juga meminta mamanya memasakkan ayam panggang untuk makan siang. Mama memang selalu memasakkan makanan kesukaan bagi yang berulang tahun, tetapi biasanya untuk makan malam sehingga bisa dinikmati mereka sekeluarga.
Pada jam istirahat, teman-teman sekelas Siska menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya. Siska kemudian membagikan coklat yang dibelikan Mama kemarin.
“Udah, dong, jangan cemberut terus,“ pinta Mirna kepada sahabatnya itu.
“Tadi pagi, di rumah nggak ada apa-apa Mir, Mama dan Papa masih di kamar, sampai sarapan pun aku sendirian,“ ujarnya sambil terisak, “mungkinkah aku terlalu banyak meminta?“
Memang Siska meminta banyak hal, selain coklat untuk teman-temannya, ayam panggang, dia juga meminta mama mengajaknya ke rumah nenek, bahkan dia meminta dibuatkan pesta ulang tahun.
Selama ini, keluarga Siska hanya nenandai hari kelahiran dengan kue dan kado untuk yang berulang tahun di meja dapur pada pagi hari. Kemudian untuk makan malam, Mama memasak makanan kesukaan yang akan dinikmati mereka bersama. Kemudian tahun ini, sejak Siska sekolah di SMA Harapan Dunia, ditambah tradisi membawa coklat ke sekolah untuk teman-teman sekelas.
Namun, semenjak sekolah di SMA, Siska menerima banyak undangan ulang tahun dari teman-temannya. Dia pun ingin merayakan pesta ulang tahunnya.
“Harusnya aku tidak meminta dibuatkan pesta,“ sesal Siska, “aku harus gimana, Mir?“
Belum sempat Mirna menjawab, bel berbunyi, mereka harus masuk ke kelas dan melanjutkan pelajaran.
“Nanti pulang sekolah, kita ke toko buku dulu, ya,“ pinta Mirna setengah berbisik pada Siska.
Siska menganggukkan kepalanya. Lebih baik daripada di rumah sendirian.
Di toko buku, berkali-kali Mirna melihat jam di ponselnya.
“Kamu kenapa, Mir? Ada janji lain?“ tanya Siska, “kamu yang mengajakku ke toko buku, kalau ada janji lain, aku pulang aja.“
Mirna yang tidak menyangka, Siska memperhatikannya tergagap.
“Nggak, Mir, aku hanya….“ Belum sempat menjawab, tiba-tiba ponsel Mirna berdering dua kali.
Mirna tampak lega, “… aku lapar, Sis,“ lanjutnya.
Siska tertawa, “Ngomong, dong dari tadi, yuk, kita makan dulu,“ ajaknya.
Mereka pun meninggalkan toko buku dan masuk ke restoran di sebelah toko buku.
Setelah memesan minuman dan makanan. Mirna pamit ke toilet. Dia tidak kembali sendirian. Bersamanya ada beberapa teman sekolah mereka, dan mama, papa, juga nenek.
“Surprise!“ teriak mereka bersamaan.
Mereka membawa kue dan juga kado untuk Siska. Siska hanya bisa mematung, tidak menyangka akan mendapat kejutan.
“Terima kasih, Ma, ini lebih indah dari pesta yang kubayangkan,“ ucapnya sambil memeluk mama.
***selesai***