By Dewi Triesnaningtyas
Sedari subuh, emak tidak berhenti mengomel. Pertama, sudah tiga kali emak membangunkan Imah, tetapi anak itu belum bangun juga.
“Imah, salat subuh dulu! Udah jam 7, nih!” jerit emak dari lantai satu melebih-lebihkan, padahal masih jam lima.
Heran sama anak ini, udah gede masih juga harus dibangunin salat, gerutu Emak dalam hati.
Karena tidak bangun juga, emak segera naik ke lantai dua menuju kamar Imah. Segayung air pun meluncur ke wajah gadis yang mirip Via Vallen itu.
“Percuma muka Via Vallen, tetapi susah dibangunkan salat subuh!” Omelan emak sampai di nada delapan oktaf.
“Banjir! Banjir!” Imah menjerit kaget. Tahu-tahu ia sudah duduk di ranjang sambil menyapu wajahnya yang basah.
“Cepat bangun! Kalau enggak bangun, Mak sebor seember lagi, nih!”
Gelapan Imah segera bangun dan berlari mengambil air wudu.
“Cepat! Habis itu, bantu Emak buat sarapan!”
Emak turun menuju dapur. Setelah air mendidih, satu per satu sayuran dimasukkan ke panci. Pertama, kacang panjang. Lalu, bayam. Terakhir, tauge.
Siang ini ada pengajian di masjid. Alhasil emak sudah sibuk menyiapkan sarapan sekaligus makan siang.
Baru mau menggiling bumbu, bapak memanggil emak.
“Ya, Pak. Ada apa sih?”
“Emak, lihat obeng enggak?”
“Aduh, Pak! Emak mana tahu! Cari sendiri dong!”
“Jangan-jangan ada yang pinjam!”
“Emak enggak tahu! Udah ah, Emak lagi masak, nih!” Emak putar balik ke dapur lagi. Bapak adalah sumber kekesalan Emak yang kedua setelah Imah.
Suara bapak gantian memanggil Imah, tetapi anak itu tidak turun juga. Emak kesal lagi.
“Imah, cepet turun! Dipanggil Bapak!”
Imah masih tidak turun. Dengan omelan panjang lebar, laki-laki tua itu pergi ke dapur.
“Kenapa obeng bisa hilang di rumah sendiri, sih?”
Setoples lada berhamburan keluar karena tanpa sengaja tersenggol bapak.
“Emak, kenapa taruh toples depan tangga, sih?”
Emak yang mau marah sudah keduluan bapak.
Bapak menggerutu dan nggak jadi ke atas.
“Aneh, siapa suruh buat tangga di dapur! Dasar pikun!”
Cobek sudah penuh dengan kacang tanah goreng, cabe, bawang putih, kencur gula merah, dan garam. Di samping cobek sudah disiapkan cangkir berisi air asam jawa.
Sebelum mulai mengulek, emak menyeruput kopi.
”Hm, nikmatnya….”
Setelah itu gelas ia letakkan dekat cobek. Tangannya terus mengulek sambil menambahkan beberapa lembar daun jeruk.
“Apa ya, yang belum? Oh iya, air asam Jawa!”
Emak menghampiri bapak.
“Apa lagi sih?”
“Hehehe. Sudah ketemu. Ternyata obeng Bapak di laci meja!”
Emak menarik napas dan balik ke dapur lagi dengan rasa jengkel di dada. Saking kesalnya, wanita tua itu tidak sadar tangannya meraih cangkir berisi kopi dan menuangkannya ke atas cobek.
DHT
***
Editor : Rizky Amallia Eshi
Sarapan sekaligus ngopi ?