Hai, Smart Ladies.
Pernah merasa jijik melihat sampah bertumpuk, basah, dan bau? Tidak sulit menjumpai pemandangan ini di pinggir jalan maupun di sudut kota. Gunungan sampah itu seringkali terlihat dibawa lalu lalang oleh truk pengangkut dalam kondisi basah sehingga kadang meneteskan cairan berbau. Di satu sisi, kita seringkali merasa sebal pada sampah yang tidak terkelola baik. Di sisi lain, adakah terbersit di benak bahwa bukan tidak mungkin kita memiliki andil menciptakannya?
Ladies tentu tahu bahwa sampah bisa tercipta sebagai hasil dari bermacam kegiatan sehari-hari. Pola konsumsi yang tidak tepat adalah salah satu penyebab bertumpuknya sampah karena ada makanan bersisa, bahkan terbuang sia-sia. Dari berbagai kajian diketahui bahwa di Indonesia sampah organik terbentuk sebanyak rata-rata 63.9 ton per tahun. Sekitar 40% atau 25.5 ton di antaranya terdiri dari sisa makanan, yang sebagian besar berasal dari makanan berlebih dan tidak terkonsumsi dengan baik.
Sisa makanan yang berakhir di tempat pembuangan sampah, tak pelak menambah beban bagi lingkungan. Tak ingin keadaan makin buruk? Mari mulai mengelola pola konsumsi dengan bijaksana, salah satunya melalui manajemen piring. Manajemen piring sebagai upaya mengatur pola konsumsi atau mengelola makanan sehari-hari untuk meminimalkan terbentuknya sisa makanan. Ingin tahu caranya? Yuk, simak 5 tips manajemen piring berikut ini:
-
Rencanakan Konsumsi dengan Cermat
Smart Ladies lebih suka memasak di rumah atau memilih berlangganan katering untuk alasan kepraktisan? Apa pun pilihannya, tidak akan menjadi masalah jika jumlah dan jenisnya diperhitungkan dengan cermat. Perkirakan dengan baik kebutuhan konsumsi keluarga sehingga tidak ada makanan yang berlebih. Pola belanja yang tepat juga memengaruhi. Pilih bahan berkualitas baik dan benar-benar dibutuhkan.
Jangan membeli makanan hanya karena tergoda diskon yang diberikan. Selain mencegah pemborosan, hal ini juga menghindarkan kita dari kemungkinan membuang banyak sisa makanan. Jika membuang sisa makanan tidak terhindarkan, niatkan sebagai sedekah bagi hewan-hewan liar. Pengomposan juga dapat dilakukan sehingga sampah bertransformasi menjadi serasah dan dapat digunakan kembali sebagai media tanam atau pupuk.
-
Ambil Makanan dalam Porsi Secukupnya
Seringkali kita menjadi ‘lapar mata’ bila melihat ragam makanan yang tersaji. Rasanya ingin mencicipi semua jenis makanan. Dorongan ini lumrah terjadi pada saat perhelatan atau saat sedang mengunjungi pusat jajanan. Pertimbangkan seberapa banyak makanan yang dapat Ladies habiskan dan patuhi batasan itu. Ajarkan pula hal tersebut kepada anak-anak. Masih ingat nasihat ibu kita untuk menghabiskan makanan di piring terlebih dulu sebelum mengambil porsi berikutnya? Kebiasaan ini adalah hal yang baik. Pemberian jeda ini layaknya mengirimkan sinyal rasa “penuh” kepada otak yang akan mengubahnya menjadi informasi bahwa kita sudah merasa cukup kenyang. Diet berhasil, membuang makanan pun terhindarkan.
-
Selalu Siapkan Wadah untuk Makanan Sisa
Kadang-kadang saat makan di resto, porsi yang disediakan terlalu besar untuk dihabiskan sekaligus. Jangan malu untuk membungkus makanan tersebut dan membawanya pulang untuk dikonsumsi lagi. Sebaiknya, kita membawa wadah sendiri karena tidak semua resto menyediakan wadah untuk membawa sisa makanan pelanggan.
-
Sedekahkan Makanan yang Berlimpah
Adakalanya, kita mendapat rejeki makanan yang berlimpah. Sisihkan secukupnya untuk dikonsumsi bersama keluarga, selebihnya dapat diberikan kepada orang lain. Jadikan rejeki ini sebagai kesempatan untuk berbagi pada tetangga, atau pada yang lebih membutuhkan. Hindari menyimpan makanan terlalu lama dengan alasan sebagai persediaan. Begitu batas kadaluarsa terlewati, makanan tersebut akan berubah rasa dan warna, tidak layak kita konsumsi dan akhirnya terbuang.
-
Ubah Pola Pikir dan Lakukan Daur Ulang
Mengubah pandangan tentang makanan yang tidak terkonsumsi akan berpengaruh signifikan bagi cara memperlakukannya kemudian. Menyebut kulit apel dan pir, pinggiran roti tawar, bagian putih dari buah semangka, ampas kopi, dan teh sebagai “sisa makanan” akan terdengar lebih potensial ketimbang “sampah”. Kulit roti tawar dapat diolah menjadi tepung roti, bagian putih semangka dapat ditumis atau dibuat sayur sebagai pengganti pepaya muda atau labu siam. Kulit apel dan pir, ampas kopi, dan teh dapat diolah menjadi pupuk organik.
Ternyata, berkontribusi untuk pengurangan sampah makanan bisa dimulai dari diri sendiri, ya? Meski tidak selalu mudah untuk mengawali hal baik, tetapi rasanya kita setuju bahwa dunia masih perlu lebih banyak lagi orang baik yang mau peduli pada lingkungan.
Smart Ladies, saatnya untuk mencoba. Yuk, kelola isi piring makan dan atur pola konsumsi agar obesitas menjauh dan lingkungan pun membaik. Happy plate managing!