Hai, Smart Ladies!
Sebagian perempuan bekerja dengan alasan membantu suaminya mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, Lathifah Munawaroh bekerja bukan karena alasan itu. Dia yakin bahwa Allah menjamin rezeki setiap makhluk yang ada di muka bumi ini. Di tengah kesibukannya mengurus empat anak, dia masih mengajar di Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Walisongo Semarang. Aktivitas ini dia jalani karena ingin berbagi ilmu kepada generasi muda sebagai penerima tongkat estafet perjuangan di negeri ini.
Keinginannya mungkin terkesan muluk, apalagi tidak semua orang mampu melakukannya.
Muslimah kelahiran Demak tanggal 19 September 1980 ini berusaha meneladani perilaku Rasulullah saw. yang dalam urusan mencari, mengamalkan, dan menyebarkan ilmu.
Hasrat besarnya dalam mencari ilmu sudah mulai terlihat sejak abah mengirimnya untuk belajar di Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri (MAKN) Solo, sebuah sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama. Ketika dia naik ke kelas 2, sekolahnya membuka seleksi beasiswa untuk melanjukan SMA di Kuwait. Dengan mengucap basmalah, Lathifah mencoba uji nyali. Meskipun kemampuannya pas-pasan, tidak ada yang mustahil bila Allah sudah berkehendak. Alhamdulillah, dia terpilih menjadi salah satu siswa penerima beasiswa tersebut.
Tahun 1996, saat usianya baru 16 tahun, dia merantau lebih jauh lagi. Dengan semangat belajar yang tinggi, Lathifah meninggalkan orang tua, kecengengan kanak-kanak, dan ketakutan menghadapi hal baru. Dia akan belajar hidup mandiri dan menghadapi segala kesulitan. Ia segera menuju negeri orang sambil berseru penuh asa, โKuwaiiit, aku dataang!โ
Setelah lulus pendidikan menengah, masih di Kuwait, Lathifah melanjutkan ke jenjang S1 pada Jurusan Fiqih, Fakultas Syariah, dan Studi Islam. Setamat S1, ketika liburan musim panas, gadis itu menikah dengan seorang laki-laki alumni Universitas Kuwait asal Kudus. Dia bersyukur menerima fasilitas yang begitu lengkap di sana, mulai dari asrama, transportasi, makanan, hingga sarana kesehatan. Setiap tahun, pemerintah bahkan selalu memberi tiket pulang pergi Kuwait-Semarang sehingga mereka bisa menikmati liburan musim panas.
Tanpa berlama-lama menikmati bulan madu, lagi-lagi karena semangat menuntut ilmu yang masih menggebu, Lathifah dan suaminya segera kembali ke Kuwait untuk melanjutkan sekolah dan membina rumah tangga. Mereka menempuh pendidikan S2 di jurusan yang sama sambil mengasuh tiga anak.
Di perantauan, Lathifah sempat menjadi staf pengajar paruh waktu di Islam Presentation Committee (IPC), sebuah lembaga dakwah di Kuwait (2001-2006); staf paruh waktu pada divisi keperempuanan dan dakwah untuk masyarakat asing Masjid Agung Kuwait (2006-2013); dan penerjemah di Lembaga Peradilan Negeri Kuwait (2008-2010).
Dia juga menjadi aktivis sosial kemasyarakatan yang berbasis ilmu, antara lain mendampingi ibu-ibu dalam forum kajian Al Husna Kuwait, pengajian Khairunnisa Kuwait, pengajian Al Kautsar, dan Raudhatul Jannah.
Tahun 2015, saat Lathifah berusaha menyelesaikan studi S3, ada panggilan untuk pulang ke tanah air. Dia harus menemani mertua yang mulai memasuki usia senja. Saat itu, sudah hampir 20 tahun dia merantau.
Dia membuktikan sendiri bahwa Allah tidak tidur dan tidak lengah. Panggilan pulang dari mertua datang bersamaan dengan turunnya SK PNS Kementerian Agama sebagai dosen di UIN Walisongo Semarang.
Kesibukannya saat ini adalah mengajar, mendampingi suami dan mertua, serta mengasuh keempat buah hatinya yang masing-masing berusia 14 tahun, 10 tahun, 7 tahun, dan 1,5 tahun.
Wow, masyaallah, keren sekaliii! Barakallah untuk Penulis dan Ummi Lathifah Munawaroh.