Awan kelam di sore hari menaungi langkah Ferdi yang baru keluar dari gedung kampus. Ponsel di sakunya berdering dan muncul tulisan ‘Bunda’ di layar. Rupanya sang ibu selesai berbelanja dan minta untuk dijemput. Ferdi segera menyetir mobil ke supermarket sebelum awan hitam menumpahkan airnya.
Wanita paruh baya yang dipanggil Bunda oleh Ferdi itu sedang bersama seorang gadis. Keduanya berdiri menunggu di depan supermarket. Hati Ferdi seketika berdesir halus melihat wajah cantik di samping sang ibu yang tersenyum menyambut kedatangannya. Nama gadis itu adalah Syifa. Adik tingkat di kampusnya sekaligus teman Ferdi sejak kecil.
Ferdi bergegas turun dan membantu keduanya memasukkan barang belanjaan ke bagasi mobil. Di dalam mobil, pria itu hanya menyimak obrolan Syifa dan ibunya. Melihat keakraban mereka yang seperti ibu dan anak, semakin memantapkan hati Ferdi untuk melamar anak dari sahabat orang tuanya itu.
Sebelum turun dari mobil, Syifa sempat mencium kedua pipi ibu Ferdi dan berterima kasih atas tumpangan yang telah diberikan. Jarak rumah Ferdi yang berkisar dua kilometer dari rumah Syifa, dimanfaatkan pemuda itu untuk berbincang dengan sang ibu tentang si gadis.
“Bunda senang banget ya, pergi belanja sama Syifa? Udah kayak jalan sama anak kandung saja. Ferdi berasa jadi supirnya,” sungut Ferdi dengan nada bercanda.
“Habis, Bunda enggak punya anak cewek yang bisa diajak belanja. Bunda bete kalau ditinggal kamu kuliah. Jadi, Bunda ajak Syifa saja. Apalagi Syifa itu anaknya periang dan asyik diajak jalan,” timpal wanita paruh baya yang masih tampak awet muda itu.
“Iya deh, nanti Ferdi bakal cari menantu untuk teman belanja, Bunda,” ucap Ferdi seraya memutar kemudi menuju perumahan mereka. Pastinya, Bunda akan sangat senang kalau menantu itu adalah Syifa, batinnya.
Lima hari kemudian, Ferdi yang sudah rapi dengan kemeja warna biru tua dan celana denim tengah duduk menunggu di restoran. Dua puluh menit kemudian, Syifa muncul dengan kening berpeluh.
“Maaf menunggu lama, Kak. Soalnya ada kelas tambahan,” ucap Syifa sembari menarik kursi dan duduk di depan pemuda itu. “Tumben banget Kakak mengajak aku makan di restoran mahal seperti ini. Apa yang mau Kakak bicarakan?”
“Sudah, kamu makan dulu saja. Pasti capek dan lapar,” balas Ferdi sambil tersenyum, sementara debar di dadanya makin meningkat.
Live music yang disediakan restoran membuat suasana makan malam terasa romantis. Saat lagu Kisah Romantis dari Glen Fredly diputar, pria yang menjadi vokalis band mendekati meja Syifa sambil terus bernyanyi. Kemudian di akhir lagu, vokalis tersebut memberikan rangkaian bunga mawar kepada gadis yang pipinya mulai memerah itu.
Ferdi bangkit dan melangkah mendekati kursi Syifa. Dia berlutut di hadapan gadis yang tengah menciumi harum rangkaian bunga mawar yang diterimanya. Lalu, membuka kotak cincin dan berkata, “Syifa, maukah kamu menikah denganku? Hidup dan berbagi kisah berdua?”
Syifa sontak tertegun dengan permintaan Ferdi. Mata cokelatnya mulai berkaca-kaca. Lidah gadis itu seketika kelu. Di lain sisi, Ferdi menanti jawaban dari Syifa dengan penuh kecemasan dan harapan.
“Terima, terima!” Sorak-sorai band live music dan beberapa pengunjung, meminta Syifa untuk segera menerima lamaran Ferdi.
“Maaf, Kak. Aku tidak bisa menerima cincin itu, karena Papa sudah lebih dulu membeli cincin pernikahan untuk melamar Bunda besok,” ucap Syifa dengan tertunduk.
Ferdi seketika mematung, tak percaya akan perkataan yang barusan didengarnya.
Indramayu, 7 Juli 2021
Penulis : Nita Yunsa
#ajangfikminjoeraganartikel2021
#Day2
#lamaran
Editor : Rizky Amallia Eshi
Keren, Mbak Nita. Terutama twistnya itu ?
Terima kasih Mbak Haryati. Tulisan Mbak juga keren-keren ??