Oleh : Sukma Widya
Ibuku bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Tuan Broto, orang terkaya di kampungku. Hampir seluruh lahan persawahan adalah milik Tuan Broto. Tuan Broto terkenal sebagai renternir yang kejam. Dia tidak segan-segan melukai dan merampas harta orang-orang yang tidak membayar utang tepat waktu.
Rumah Tuan Broto begitu besar. Rumah yang sudah berdiri 20 tahun ini terdiri dari dua lantai. Di setiap sudutnya terdapat banyak lukisan khas tanah Jawa. Namun, yang paling menarik di antara lukisan-lukisan itu adalah lukisan Mak Ijah.
Konon, lukisan yang terletak di depan meja makan itu adalah lukisan wajah nenek dari Tuan Broto. Sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini, tidak ada yang berani memindahkan lukisan itu. Setiap kali ada yang mencoba memindahkannya, lukisan itu selalu kembali ke posisi semula.
Tidak ada seorang pun yang boleh makan dalam posisi berhadapan langsung dengan lukisan itu, kecuali Tuan Broto. Menurut cerita Bik Inah, salah satu pembantu tertua di rumah ini, lukisan itu akan menghisap sukma setiap orang yang nekat melakukannya.
4) Malam ini, Tuan Broto dan keluarganya sedang pergi berlibur ke luar kota. Setiap malam Jumat Tuan Broto memang selalu mengajak keluarganya berlibur. Kali ini, aku dan ibuku yang diperintahkan untuk menjaga rumah Tuan Broto. Bik Inah yang biasanya menginap di sini sedang pulang kampung. Dengan terpaksa, aku dan ibuku bermalam disini.
Rumah ini sangat besar dan mewah. Namun, tidak ada sama sekali kesan hangat di dalamnya. Yang ada hanya kesan dingin dan menyeramkan. Ibuku sudah tidur sejak sehabis salat Isya tadi, sedangkan aku tetap tidak dapat memejamkan mataku meski aku mengantuk sekali.
Tok, tok, tok.
Aku mendengar seseorang mengetuk pintu. Kulirik jam di ponselku, masih pukul 02.00 dini hari. Aku berusaha mengabaikan suara ketukan itu. Namun, semakin aku berusaha mengabaikan, semakin keras pula suara ketukan pintu itu.
“Bu, Bu. Ada orang ketuk-ketuk pintu.” Aku berusaha membangunkan ibuku yang tetap tidur pulas seakan tidak mendengar suara apa pun.
“Hmm, apa sih, Nok? Saha yang ketuk-ketuk pintu malam-malam begini.” Kata Ibuku tanpa membuka mata dan melanjutkan tidurnya lagi.
Aku yang penasaran dan mulai merasa terganggu dengan suara tersebut memberanikan diri turun ke bawah. Namun, saat akan menuju ruang tamu. Aku melihat cahaya lilin di ruang makan, karena penasaran, aku melupakan tujuan awalku untuk turun ke lantai satu.
Aku melihat beraneka ragam makanan terhidang di atas meja makan lengkap dengan lilin yang tersusun rapi. Melihat banyaknya makanan, perutku keroncongan. Tanpa berpikir panjang, aku mengambil nasi beserta lauk-pauknya dan menyantapnya dengan lahap.
“Nok, sudah makannya?”tiba-tiba suara nenek-nenek menghentikanku.
Aku menoleh ke sumber suara. Tepat di depanku lukisan Mak Ijah tersenyum dengan sorot mata yang menyeramkan. Aku ingin melarikan diri, tetapi tubuhku tidak dapat digerakkan. Napasku seperti ditarik dan diulur, sehingga aku kesulitan bernapas. Dengan perlahan kulitku mengeriput, meninggalkan aku yang tertunduk di meja makan dengan mata terbelalak.
Editor: Saheeda Noor
#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#day8
#genrehorortemarumahtua