Wisnu berpikir keras setelah pertemuannya dengan Fitri di taman tadi. Secara tidak langsung, gadis pujaannya itu memintanya berpindah keyakinan. Itu bukan hal yang mudah karena keluarganya termasuk penganut agama yang taat.
Di saat azan berkumandang, Fitri menyampaikan maksud hatinya pada Wisnu.
“Wisnu, aku ingin sekali suatu saat kamu jadi imam ketika salat, aku di belakangmu menjadi makmum. Selesai salat, aku mencium tanganmu. Aduh, romantis sekali, ya,” ucap Fitri sambil memandang Wisnu penuh harap.
Selama ini, mereka menjalin hubungan beda agama. Namun, mereka tetap mempertahankannya.
“Entahlah Fitri, aku belum terpikir untuk pindah agama ke agamamu. Justru terkadang aku ingin kita ibadah ke gereja bersama dan saling doa,” saran Wisnu pada kekasihnya itu.
Fitri hanya mampu menundukkan kepala. Namun, pembicaraan mengenai agama ini tidak pernah berlangsung lama. Mereka segera mengalihkan pembicaraan.
“Permisi!” Sebuah suara mengagetkan Wisnu. Ia bergegas membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.
“Eh, Anto! Apa kabar, Nto? Masuk, yuk. Tumben nih, main,” kelakar Wisnu seraya mempersilakan Anto masuk. Ia pun menyiapkan minuman untuk temannya itu.
Mereka asyik bercakap-cakap, sesekali mereka terlihat bercanda dan saling tertawa bahagia.
“Nto, aku mau tanya,” ucap Wisnu.
“Gimana, sih tata cara salat itu? Susah enggak, sih? Terus, kalau puasa itu kapan saja?” tanya Wisnu penasaran.
“Lo? kok tumben kamu tanyakan hal ini, Wisnu? Memangnya kamu mau masuk Islam, ya? Waah, serius nih sepertinya sama Fitri?!” kelakar Anto.
Wisnu hanya senyum-senyum menanggapi kelakar Anto.
“Entahlah, Anto, aku masih bingung. Keluargaku sangat fanatik dengan agama kami. Sepertinya tidak mungkin. Tapi, ….”
Wisnu tidak meneruskan percakapannya lagi, seolah- olah dia memang sedang bingung.
“Ya, sudah, aku ajarkan kamu, ya! Nanti kamu pertimbangkan saja,” ucap Anto.
Wisnu bersungguh-sungguh mempelajari agama yang dianut Fitri.
Malam pun tiba, Anto berpamitan pulang.
“Terima kasih, ya, Anto untuk semuanya,” ucap Wisnu.
“Iya, nanti kalau ada hal-hal yang mau ditanyakan, jangan sungkan-sungkan, ya,” jawab Anto. Wisnu pun mengangguk senang.
***
Wisnu rebahan di kamarnya, wajah kekasihnya terbayang-bayang. Ada rasa rindu ingin menyapa kekasihnya. Dia ingin sekali menyapa kekasihnya lewat WA.
“Cling … Cling …”
Bunyi WA Fitri terdengar keras. Fitri melihat gawainya. Ketika dilihat pujaan hati yang menyapa, senangnya dia. Ada debaran jantung yang begitu kencang dia rasakan.
[Hai, Sayang. Kamu lagi apa?]
[Hai, Sayang. Aku kangen kamu]
[Ini sudah mau tidur]
[Oh ya sudah, kita tidur, ya]
[Besok, kita ketemu di kampus]
[Mimpikan, aku ya]
[Iya sayang, mimpikan aku juga, ya] [sampai besok]
***
Sesampainya di kampus, tiba-tiba Wisnu melihat Fitri sedang berbincang mesra dengan teman kampusnya, yang juga teman Wisnu. Wisnu terkejut, tiba-tiba tangan Fitri dipegang oleh pemuda itu dan tak lama mereka berjalan entah kemana. Pemuda itu merangkul Fitri dan tangan Fitri melingkar di pinggang pemuda itu.
Seperti dihantam petir, hati dan dada Wisnu melihat adegan itu. Terbayang rasanya, ketika dia kemarin belajar salat dan arti makna puasa pada Anto. Saat itu juga hilang segala rasa yang ada di hati Wisnu. Dadanya berdebar kencang dan hatinya berkecamuk.
#fikminJA
#timganjil