Joeragan artikel

Lilin Istimewa [Masbebet Christianto from Pixabay]

Lilin Istimewa

Kelas 11 IPA-4 masih sepi ketika Riri melangkah masuk. Dia membuka lagi materi tentang Einstein. Pukul tujuh tepat, Bu Merry masuk kelas. Empat bangku masih kosong, termasuk bangku Lita, karibnya.

 

“Bakal ada yang kebakaran jenggot lagi ini,” bisik Viana dari belakang Riri.

 

“Dilatasi waktu adalah konsekuensi dari teori relativitas. Pada sebuah peristiwa, A dan B mengamati pergerakan suatu benda dari titik yang berbeda. Pengamat A melihat kejadian berlangsung lebih cepat dari pengamat B. Namun, pengamat B melihat kejadian tersebut lebih cepat daripada pengamat A. Dipastikan ada pertentangan antara pengamat A dan B bahwa menurut pengamat A timer yang digunakan A berdetak lebih cepat, atau pengamat B sebaliknya. Dipastikan pula, ini bukan kesalahan alat ukur yang digunakan atau cara menggunakannya. Nah, silakan temukan analogi peristiwa yang menyatakan teori relativitas tersebut,” perintah Bu Merry membuat semua siswa sigap menuju kelompok masing-masing.

 

Riri menarik napas panjang ketika matanya harus tertumbuk pada bangku kosong anggota kelompoknya yang tak memberi kabar apa pun. Riri bertahan di bangkunya. Tatapan aneh dari beberapa pasang mata ia abaikan. Riri berkutat dengan coretan-coretan untuk menemukan analogi yang diminta Bu Merry.

 

Bukankah kamu memang aneh bin ajaib, Ri? Suara hati Riri kembali menggoda kesabaran.

 

“Tidak. Aku memang bagus di Matematika. Bila aku menuntut diriku bagus juga di Fisika, itu bukan hal aneh,” sahutnya ketus.

 

“Perlu teman diskusi?” Aldo, sang bintang kelas, juga saingan Riri, tumben menawarkan diri.

 

“Terima kasih. Sudah selesai juga, kok,” tukas Riri kemudian.

 

Aldo tetap bertahan di bangku kosong di depan Riri, memperhatikan gadis berambut ikal yang terkenal jutek setiap didekati siswa laki-laki. Siswa perempuan pun tak bisa dengan mudah dekat dengan Riri yang antimainstream.

 

Dua puluh menit telah berlalu. Bu Merry meminta Aldo maju untuk menjelaskan hasil diskusinya.

 

“Sorry, ya, aku duluan,” bisik Aldo kepada Riri sebelum beranjak dari kursi.

 

“Relativitas lebih mudah dikatakan relatif. Apa buktinya teori relativitas itu dalam kehidupan? Bu Merry melihat Riri sebagi siswi yang santun. Saya juga.”

 

Kelas seketika riuh rendah mendengar penjabaran Aldo. Aldo mengangkat kedua tangannya.

 

“Sebentar, saya belum selesai. Riri merekam suara klakson sebuah mobil dari belakangnya, sementara saya merekamnya dari depan. Hasilnya pasti berbeda. Suara klakson yang saya rekam pasti lebih nyaring dari hasil rekaman Riri. Ini pengaruh dari jarak juga arah angin.”

 

Riri terdiam mendengar namanya disebut Aldo.

 

“Contoh lain, waktu sepuluh menit terasa lebih cepat ketika saya diskusi dengan Riri. Namun, sepuluh menit itu terasa lebih lama jika diskusi dengan Bima. Do you got it, Bima?”

 

Bima yang disebutkan namanya langsung maju. Bima menyalakan lilin yang dipegangnya. Sejenak semua siswa menunggu penjelasannya. Namun, lima menit Bima hanya diam menunduk sambil memperhatikan lilin yang menyala. Aroma citrus menyeruak. Seluruh siswa masih diam.

 

“Ayo, Bima, apa yang ingin kamu buktikan?” tanya Bu Merry setelah menunggu lama.

 

“Riri yang menjelaskan, Bu.”

 

“Kok, aku?”

 

“Kamu, kan, ahlinya,” sahut Bima sinis.

 

Pelan Riri pun melangkah ke depan.

“Menurut saya …” Riri terdiam melihat sebaris tulisan di dinding belakang kelas.

Dengan senyum manis Viana mengangkat balon 17.

 

Tok, tok,

“Maaf, Bu. Saya terlambat,” ucap Lita singkat.

Di belakangnya muncul Jodi dan Mita dengan tujuh belas soy wax candles bertuliskan HAPPY BIRTHDAY RIRI.

 

Editor: Saheeda Noor

#teenfic

#ulangtahun

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami