Joeragan artikel

Kulepas Kau Pergi (ADimages_Pixabay.com)

Kulepas Kau Pergi

 

Ting tong ting tong.

Suara bel rumahku berbunyi. Aku  segera membuka pintu dan terlihat wajah seorang pria yang tidak kukenal.

 

“Maaf, mau ketemu siapa, ya?” tanyaku.

 

“Maaf mbak, saya disuruh untuk mengantarkan surat undangan ini kepada mbak,” jawabnya sambil memberikan sebuah surat undangan.

 

“Oh, terima kasih, ya,” kataku.

 

”Sama-sama, Mbak. Permisi.” Pria itu pamit pergi.

 

Tanpa pikir panjang aku segera membuka surat itu. Tertera sebuah nama calon mempelai pria yang bertuliskan tinta perak .Ternyata dia adalah Arjuna mantan kekasihku. Ya, dia memang mantanku yang memutuskan hubungan kami satu bulan yang lalu karena tidak adanya restu orang tua.

 

Saat aku membaca undangan itu, hampir aku jatuh karena kaget. Beruntung aku masih tersadar dan bersandar di tembok.

 

Hubungan kami memang tidak direstui karena perbedaan status. Aku berasal dari keluarga golongan menengah sedangkan dia dari keluarga golongan atas. Walaupun dia orang kaya, tetapi dia orang yang tidak sombong dan sederhana.

 

Kami menjalin hubungan sejak duduk di bangku kuliah di salah satu universitas terkemuka di Bandung. Aku mengambil jurusan Bimbingan Konseling sedangkan dia mengambill jurusan Administrasi Bisnis.

Setelah kami lulus, aku memutuskan untuk tetap bekerja di Bandung. Sedangkan dia bekerja di Jakarta, mengelola salah satu bisnis keluarganya.

 

Mau tidak mau kami pun harus berpisah dan menjalin long distance relationship.

 

Awalnya kami tidak mau berpisah, tetapi dia anak yang baik, selalu patuh kepada orang tuanya, dan sebagai anak tunggal dia harus meneruskan bisnis keluarganya.

 

***

 

Sebulan yang lalu, aku pernah diajak ke Jakarta oleh Arjuna untuk diperkenalkan kepada orang tuanya. Namun mereka tidak pernah menerimaku sebagai calon menantu mereka.

 

“Ma, Pa, perkenalkan ini Drupadi, teman dekatku selama ini,” kata Arjuna dengan wajah berseri.

 

“Apa kabar Bu, Pak. Saya Drupadi,” ujarku memperkenalkan diri.

 

“Baik. Oh, ini yang namanya Drupadi. Silakan duduk!” ucap ibunya Arjuna sambil melihatku dari atas ke bawah.

 

“Terima kasih, Bu,” kataku.

 

“Maaf ya, Nak, Ibu mau tanya. Orang tuamu kerja di mana?”

 

“Ayah saya kerja di salah satu PT sebagai staf administrasi. Sedangkan ibu saya ibu rumah tangga biasa, Bu,” jawabku.

 

“Oh, begitu. Begini ya, Nak, sebenarnya Arjuna sudah dijodohkan dengan Putri dari rekan bisnis Papahnya, jadi saya harap Nak Dru tidak lagi menemui dan berkomunikasi dengan anak kami lagi. Mohon pengertiannya, ya,” pinta ibunya Arjuna dengan suara ketus.

 

“Baik, Bu, saya mengerti. Saya pamit pulang.” Dengan mata berkaca-kaca aku putuskan untuk pulang sendiri.

 

“Tunggu, Dru. Aku antar pulang?” tanya Arjuna.

 

“Tidak usah, terima kasih,” jawabku.

 

Dengan langkah setengah berlari aku pergi meninggalkan Arjuna dan ibunya, tetapi tiba-tiba Arjuna menghentikan langkahku. Dari belakang dia memelukku dan mengatakan kalau dia tidak ingin berpisah. Di sisi lain dia tidak ingin menjadi anak durhaka, karena dia harus memilih antara aku dan orang tuanya. Namun, akhirnya dengan berat hati dia memilih orang tuanya seiring dengan air mata kami yang berlinang bersamaan.

 

Cinta sejati bisa memberi tanpa harus menerima, karena cinta tidak harus memiliki.

 

Aku ikhlas melepasmu dan berharap kamu selalu bahagia. Mungkin ini jalan terbaik untuk kita. Selamat tinggal.

 

Editor: Fitri Junita

#ajangfikminjoeraganartikel2021

 

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami