Kakakku, Yani, seorang lulusan sekolah masak. Tapi dia bekerja sebagai resepsionis di klinik kecantikan. Beda hal dengan skil memasaknya.
Kakakku mempunyai dua anak yang masih sekolah. Andika, anak nomor satu dan duduk di kelas 3 SMA. Anak nomor dua duduk di kelas satu SMP. Andika pandai membuat camilan untuk makanan di rumah. Dia berpikir tidak perlu membeli makanan di luar, dia bisa membuatnya sendiri. Camilan hasil buatannya antara lain: cilok, cireng, seblak, minuman manis, dan lain-lain.
Aku Nurin, lulusan sekolah umum, bekerja di sebuah konter gawai merek ternama. Hobiku menggambar. Terkadang aku dibayar untuk menggambar ilustrasi di sebuah perusahaan animasi. Saat itu bulan April 2020, kami diliburkan dari pekerjaan karena harus lockdown sebab adanya virus COVID-19. Hampir semua perusahaan melakukan hal yang sama. Entah harus berapa lama kami berdiam diri di rumah. Rasanya membosankan.
“Kak, kita jualan, yuk,” ucapku.
“Kakak kan pandai memasak, gimana kalau kita bikin kue kering? Kan mau lebaran juga,” sahutku.
Keesokan harinya Kak Yani tiba-tiba belanja perlengkapan kue dan bahan-bahan yang diperlukan.
“Jadi mau bikin kue kering apa?” tanyaku.
“Entahlah,” jawabnya sambil tersenyum.
Aku hanya menyaksikan Kak Yani mengolah bahan dan menguleninya. Adonan pun sudah jadi.
“Mau dibentuk kue kering apa ya ini?” tanya Kak Yani.
Andika dan aku mencoba berpikir. Kami lalu melihat rekomendasi bentuk kue di internet. Kak Yani mendahului ide kami. Dia membentuk kue kering itu seperti persegi panjang dengan tangannya. Lalu mengolesnya dengan cokelat cair. Dia selesai mengerjakannya.
Lanjut, Kak Yani mengambil tutup botol minuman, dan mencetak adonan dengan tutup botol. Dia pun menaburi adonan itu dengan kismis yang sudah diiris.
Kami hanya melongo melihat dia mengerjakannya.
“Lho, mama katanya mau cari ide di internet,” ucap Andika kepada Kak Yani.
“Enggak usah. Mama juga bisa, kok,” jawabnya.
Kue kering sudah mewangi dan matang, dengan warna kuning kecoklatan. Andika membuka kue kering itu dari loyangnya.
“Hahaha … Kue promosi sudah jadi. Kenapa jadi kayak tahi kucing bentuknya?!” Andika berteriak sambil tertawa.
Kami bertiga tertawa terbahak-bahak. Dibuka lagi kue kering kedua.
“Astaga… Hahaha … Ini kue atau liontin kalung?” kata Andika sambil tertawa lagi.
Kami mencoba rasa kue kering itu. Rasanya enak, menteganya juga terasa lumer di mulut. Tetapi bentuk kue keringnya tidaklah estetik.
“Ini namanya kue Smell Cat dan kue Liontin Kalung,” tunjuk Andika pada kue-kue kering itu. “Bagaimana mau laku, bentuknya aja begini, mama. Please,” tambahnya.
“Iya, mama kan jarang bikin kue kering, Dika. Jadi enggak ada ide lain. Hahaha …,” sahut Kak Yani.
“Jual ke kucing ajalah,” kataku sambil tertawa geli.
Kue promosi itu kami makan untuk camilan di rumah. Kami menangguhkan berjualan kue kering dan kembali pada rutinitas membosankan di rumah dengan menonton film, bermain musik, memasak bersama, tertawa, tidur dan lain-lain.
#ajangfikminjoeraganartikel2021
#day5
#temamemasak
Editor : Dian Hendrawan