Joeragan artikel

Khitbah Si Gadis Preman

Khitbah Si Gadis Preman

 

Oleh : Sukma Widya

Selepas salat Zuhur, Ashima bertilawah. Bibir dan matanya bekerjasama menelusuri rekaman ayat-ayat suci Al-Qur’an. Kini, dia telah bisa mengaji dengan tartil dan merdu.

Brr.. brr..

Ponsel Ashima bergetar, ada pesan singkat dari Ruslan calon suaminya.

[Assalamulaikum, afwan tatsir, Ukhti. Ana dengar, anti dulu suka merokok . Afwan ana membatalkan acara lamaran. Semoga hubungan kita tetap baik. Sekali lagi ana minta maaf]

“Astaghfirullahal’adzim! Ya Allah!” Cetus Ashima.

Ashima berteriak putus asa dalam hati. Bibirnya langsung digigit. Bagai tertimpa tangga, Ashima menelan kekecewaannya di dalam hati. Dia tidak menyangka, kabar tentang masa lalunya sebagai anak jalanan akan segera terbongkar. Padahal, acara lamaran tinggal dua hari lagi. Dia merasa begitu hancur.

Ashima segera mengabari berita ini kepada Aisha. Aisha perempuan muda yang sudah dianggapnya seperti adiknya sendiri. Aishalah yang merubah Ashima si perempuan sangar dengan sepatu boot yang dulu pernah menjadi ketua kumpulan copet se-Tanah Abang. Menjadi Ashima yang sekarang lemah lembut,santun, dan ayu dengan kerudung lebar yang sekaraang selalu menghiasi rambutnya.

Lima belas menit kemudian, Aisha datang menyusulnya ke masjid. Dia menghampiri Ashima yang tengah terduduk kaku menatap lantai. Lalu, tangannya menepuk pundak Ashima dengan lembut.

“Mbak?”. Hanya itu yang Aisha katakan.

Ashima mengangkat kepala, menatap Aisha dengan pandangan penuh nestapa. Matanya berkaca-kaca, melebur membentuk buliran air mata.

“Dek, shalat dulu gih,” hanya itu yang bisa ia ucapkan, sambil kembali menunduk memeluk lututnya.

Aisha yang sedari tadi belum salat Zuhur, langsung bangkit dan berlalu. Dalam salat, Aisha menangis sambil memohon yang terbaik untuk Ashima. Tangisnya semakin menjadi, mendengar isak tangis Ashima yang duduk didekatnya, sambil memeluk lutut dan sesenggukan.

Siang itu, di dalam masjid yang indah ini, berteduh dua gadis yang tengah bersedih. Dua hamba Allah yang tengah diingatkan, bahwa dalam ujian hidup ada ruang yang berisi pilihan. Sebuah ruang untuk bersabar, dan sebuah ruang lagi untuk memberontak. Ashima berusaha memilih dengan bijak untuk mengikhlaskan segalanya, karena dia tahu Allah tidak pernah ingkar akan janji-Nya.

Dua pekanpun berlalu, Ashima sudah dapat berdamai dengan kekecewaan di hatinya. Dia yakin semua sudah terjadwal dengan akurat dan sempurna di Lauhul Mahfudz.

Saat ini, Ashima dan Aisha tengah duduk menikmati soto Lamongan favorit mereka.

“Mbak,” Aisha memecahkan suasana

“Iya Dek,” jawab Ashima

“Ais, mau mengabarkan berita bahagia.”

“Apa itu Dek?” Wajah Ashima terlihat bingung.

“Mas Makky rencananya ingin mengkhitbah Mbak.”

“Masha Allah, be.. benarkah itu Dek?” Jeritnya spontan.

“Iya Mbak,” Aisha kembali tersenyum.

Sempat Ashima melirik Makky yang tengah menemani adik laki-lakinya Dito bermain di halaman kantin. Laki-laki tersebut seperti sengaja mengawasi Aisha menyampaikan kabar baik itu pada Ashima.

Ah, inilah hidup. Hidup yang dirancang khusus oleh Sang Pemberi Cinta. Hidup yang menawarkan pilihan, yang setiap pilihan memiliki ganjarannya masing-masing. Dan Ashima telah memilih dengan bijak, berusaha menjadi muslimah yang salihah. Lalu, kini Allah memberikan hadiah padanya sebuah lamaran, dari laki-laki yang saleh pula, Muhammad Makky Matahari.

 

#ajangfikminjoeraganartikel

#Day2

#lamaran

Editor : Ruvianty

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami