Hai, Smart Ladies
Pernah melihat anak kolokan? Terlalu manja, gampang sakit-sakitan, atau gampang menyerah? Tak bisa dimungkiri, anak seperti itu banyak dan mudah sekali kita temui di mana-mana.
Ladies yang berprofesi sebagai pendidik tentu mengetahui bahwa di dunia pendidikan, hampir setengah muridnya bermental manja dan mudah menyerah. Padahal, mereka belum juga mencoba apa-apa. Sejujurnya, hal ini tentu saja membuat kita prihatin. Pada banyak kasus yang terjadi, sebenarnya benang merahnya adalah ketidakmampuan orang tua untuk membuat anak mandiri.
Akhirnya, ketika Ladies harus mengambil langkah tegas, yang terjadi adalah pemberontakan atau tragedi. Mengapa kita katakan tragedi? Ketika anak terbiasa memegang uang jajan dalam jumlah besar dan suatu saat orang tuanya terkena PHK, si anak menjadi tidak siap. Akhirnya, ia melakukan hal-hal tidak terpuji. Mencongkel spion motor temannya demi uang jajan kembali besar merupakan salah satu jalan keluar instan. Ketika guru-guru bersikap tegas sedikit, dibilang galaklah, inilah, itulah, enggak asyiklah, tak mengerti anak muridlah, dan sebagainya. Dilema.
Adakah ini menjadi kegelisahan kita semua yang berpikiran sama? Padahal, membuat anak mandiri itu Insyaallah, mudah. Namun, perlu niat dan kolaborasi yang ciamik dari seluruh stakeholder pendidikan. Semua orang tua pasti sayang anaknya, tetapi ada yang harus diperhatikan untuk masa depannya, bukan untuk saat ini saja. Orang tua tidak selamanya sehat, kuat, serta mampu secara finansial dan hidup terus menerus mendampingi anak-anaknya.
Sebagai seorang pendidik yang telah mengajar di semua jenjang pendidikan, mulai SD hingga SMK, tentu Ladies akan merasa lebih mudah jika bisa saling berkolaborasi dengan orang tua. Orang tua dapat langsung memahami, mengerti, dan tidak menolak untuk mendidik anaknya secara mandiri, walaupun kadang masih diingatkan. Namun, bagaimana jika gaya pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah? Tentu sangat repot, bukan?
Jadi, bisa disimpulkan bahwa justru orang tua adalah kontributor terbesar dari ketidakmandirian anaknya. Padahal, semua orang tua harus paham bahwa warisan terbaik dan tidak ternilai adalah sikap mandiri anak. Bukankah setiap orang tua pasti ingin memberikan kasih sayangnya yang terbaik bagi anak-anaknya?
Namun, sering kali sikap sayang itu disalahartikan. Terlebih, dengan gaya hidup metropolis orang tua zaman sekarang. Banyak yang beranggapan bahwa waktu dan kasih sayang bisa tergantikan dengan uang atau limpahan bentuk kemanjaan lainnya. Orang tua pun bekerja dan mencari uang serta melakukan segalanya demi anak, si buah hatinya.
Padahal, banyak keuntungan yang akan dirasakan orang tua jika memiliki anak yang mandiri. Pertama, saat orang tua mengalami kendala dari segi keuangan, anak bisa memahami, bahkan mau mencari solusi bersama. Kedua, dalam berbagai keadaan, anak dapat memahami kondisi orang tua karena terbiasa mandiri dan tidak bergantung pada siapa pun. Terakhir, anak mandiri adalah aset orang tua yang tak ternilai di tahun-tahun mendatang. Pikiran brilian untuk mencari solusi atas segala permasalahan yang terjadi dalam pendewasaan hidup mampu dicarinya. Mereka terbiasa berdiskusi dan bertanya sebelum melakukan dan mengambil keputusan dalam hidupnya.
Nah, Smart Ladies, pilihan kini ada di tangan kita, apakah ingin menjadikan anak mandiri atau malah menjadi beban di kemudian hari. Itulah mengapa kemandirian disebut warisan tak ternilai bagi anak.