Nia berjalan pelan di belakang Anto, tangannya basah oleh keringat, padahal ruangan ini ber-AC. Debaran jantungnya berpacu sangat cepat seperti habis lari marathon.
Tiba-tiba dia menabrak punggung Anto yang berhenti mendadak. Terdengar suara tawa anak-anak. Duh, salahnya sendiri jalan menunduk, sehingga tidak melihat kalau Anto berhenti.
Salahnya juga memilih berjalan di belakang Anto dan menolak saat diajak berjalan di samping dengan bergandengan tangan.
Nia bukan kali pertama akan bertemu keluarga Anto, tapi kali ini tidak hanya keluarga inti yang akan ditemuinya, melainkan keluarga besar.
Ya, keluarga besar Anto berkumpul untuk mendoakan neneknya yang telah berusia sembilan puluh tahun.
“Mas, apa mereka akan menyukaiku?“ tanya Nia khawatir ketika Anto mengajaknya bertemu keluarga besar Hadi Suryo Anggoro.
“Pasti, kamu nggak usah khawatir, Sayang,“ jawab Anto.
Jawaban Anto tidak membuat Nia lega, malah sebaliknya, Nia menangis. Hal ini membuat Anto ikut merasa sedih.
Anto melingkarkan lengan kekarnya kemudian membelai lembut rambut Nia. Tak ada kata yang keluar dari bibirnya.
Anto tahu Nia sangat mendambakan memiliki keluarga. Dan Anto berjanji pada dirinya sendiri, keluarganya akan menerima Nia.
Beberapa pria yang pernah dekat dengan Nia memutuskan hubungan cinta mereka. Keluarga tidak menyetujui hubungan karena latar belakang Nia yang tidak jelas bebet, bibit, dan bobotnya.
Ada juga yang mengancam akan meninggalkan keluarga demi Nia, tapi Nia menolak. Karena walaupun Nia menginginkan sebuah keluarga, tetapi tidak dengan menghancurkan keluarga lainnya.
Nia bisa membayangkan betapa sakitnya hati seorang ibu yang telah mengandung selama sembilan bulan tiba-tiba ditinggalkan sang anak demi wanita lain. Wanita yang baru dikenalnya.
“Kalian mau berdiri terus?“ tanya nenek pada Anto dan Nia, yang sukses membuat mereka gelagapan karena kedapatan melamun.
“Kalian sehati banget sih, melamun barengan. Jangan-jangan ngelamunin…., ” goda Ambar, sepupu Anto yang sudah pernah bertemu Nia.
Wajah Nia memerah, tapi menyunggingkan sebuah senyum. Setelah lama menunggu, Nia akhirnya bisa merasakan kehangatan di tengah keluarga.
Dia panjatkan doa dalam hati, semoga keluarga ini akan memilih dirinya, doa yang sama sejak dirinya masih kecil dan tinggal di panti asuhan. Bersama itu pula, doa yang sama Anto panjatkan.