Oleh: Haryati Hs.
Di suatu siang, sebuah rumah mewah di kecamatan Muara Kaman, Kalimantan Timur, mendapat kunjungan dari seorang konglomerat negara tetangga beserta para pengikutnya. Sang konglomerat bermaksud mempersunting nona besar yang tinggal di rumah itu.
Sang nona besar yang masih lajang itu sangat terkenal akan kecantikan dan keluhuran budinya. Namun, ia mempunyai hobi yang aneh. Ia sangat suka mengunyah sirih jika sedang berpikir keras dan mempunyai peternakan lipan. Nona besar itu bernama Aji Bidara Putih.
Di ruang tamu yang luas dan mewah, Nona Bidara, begitu panggilan para pengikutnya, menyambut kedatangan sang konglomerat.
“Apakah maksud Tuan datang ke rumah ini?” tanya nona Bidara dengan ramah.
“Kedatanganku kemari karena ingin meminangmu,” jawab sang konglomerat dengan penuh rasa percaya diri.
Nona Bidara tersenyum, kemudian meminta sang konglomerat memberinya waktu untuk mempertimbangkan pinangannya. Sebelum sang konglomeratย beserta rombongannya kembali ke hotel, nona Bidara menjamu mereka.
Nona Bidara melihat cara makan sang konglomerat yang tidak sesuai dengan standar tata kramanya.ย Ia tidak menyukai apa yang ia lihat. Namun, ia tetap memenuhi janjinya untuk memikirkan lamaran laki-laki terhormat itu.
Setelah sang konglomerat pergi, Nona Bidara memanggil asisten kepercayaannya. Ia meminta sang asisten menyelidiki niat sang konglomerat yang sesungguhnya.
“Sudah kuduga,” gumam nona Bidara saat mendapatkan laporan bahwa niat sang konglomerat yang sesungguhnya adalah menguasai bisnis keluarganya. Nona Bidara pun memerintahkan asistennya untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan.
Pada hari nona Bidara harus memberikan jawaban, ia terlihat berjalan hilir-mudik di depan meja kerjanya.
“Apakah Nona mengkhawatirkan akibat dari penolakan ini?” tanya wanita separuh baya yang merupakan kepala rumah tangganya yang setia.
“Ya, Ni,” jawab nona Bidara dengan sedikit gelisah, “aku merasa akan ada pertikaian yang sangat hebat.”
Beberapa saat kemudian, sang konglomerat pun datang.
“Aku datang menagih janjimu,” ujarnya tanpa membuang waktu.
“Baiklah,” sahut nona Bidara. “Aku sungguh tidak bisa menerima lamaranmu.”
“Kenapa?!” tanya sang konglomerat dengan marah. “Aku akan memberikan hartaku yang begitu banyak kepadamu.”
“Maafkan aku. Aku merasa belum saatnya untuk menikah.” Nona Bidara kembali menjawab dengan tenang.
Karena tidak terima dengan penolakan itu, sang konglomerat segera bangkit dan bergegas kembali ke hotel di mana para pengikutnya sudah bersiaga.
Tak lama kemudian, sang konglomerat segera membawa semua pengikutnya untuk menyerang tempat kediaman nona Bidara. Perkelahian pun tak terelakkan.
Nona Aji Bidara Putih memimpin para pengikutnya dengan gagah berani. Akan tetapi, karena jumlah musuh terlampau banyak dan kuat, para pengikut nona Bidara merasa kewalahan dan nyaris dikalahkan.
Melihat kondisi tersebut, nona Bidara berpikir sambil mengunyah sirih. Ia berusaha mencari cara untuk mengalahkan kelompok lawan. Akhirnya ia mendapatkan ide yang cemerlang.
Keesokan harinya, ketika para pengikut sang konglomerat menyerang, nona Bidara memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan lipan-lipan piaraannya dan melemparkan kepada pihak lawan.ย Akhirnya, sang konglomerat dan para pengikutnya dapat dikalahkan berkat bantuan lipan. Setelahnya, lipan-lipan itu pun pergi masuk ke dalam danau yang ada di lokasi pertikaian kedua kelompok.
Danau tempat lipan-lipan itu menghilang disebut sebagai Danau Lipan. Danau yang berada di kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur itu kini terlihat sebagai padang luas yang ditumbuhi semak dan perdu, kecuali pada saat musim hujan.
Editor: Ruvianty
#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day15
#temaasalusulsebuahtempat