Oleh : Rizky Amallia Eshi
“Aku putus.”
Kalimat itu langsung keluar dari mulut Jihan, begitu bertemu denganku di kafe langganan kami. Dengan penuh simpati, aku hanya bisa mengusap lembut punggungnya sambil merangkul tubuh salah satu teman kerjaku sebagai resepsionis.
“Tiba-tiba saja Jo bilang kalau kami harus berpisah. Tanpa alasan. Aku enggak sanggup diperlakukan seperti ini, Siska. Berulang kali aku mencoba menghubunginya untuk meminta penjelasan, tetapi mendadak semua cara untukku menghubunginya lenyap. Aku enggak tahu keberadaan Jo sekarang,” cerita Jihan sambil bercucuran air mata.
“Sabar ya, Jihan. Mungkin ini yang terbaik untuk kalian,” nasihatku.
“Setidaknya kasih aku penjelasan, Siska. Apa salahku? Apa kurangku? Kasih tahu aku. Jangan tiba-tiba pergi lalu hilang seperti hantu!” teriak Jihan kesal kali ini.
Jihan dan Jo memang bukan pasangan yang baru pacaran. Mereka telah menjalin tali kasih sejak di bangku SMA. Hubungannya terbilang awet, meski beberapa kali putus-nyambung. Walau begitu, di antara hubungan cinta teman kerjaku yang lain, sejoli ini paling romantis. Terutama Jo.
Entah berapa kali Jo sering memberikan kejutan untuk Jihan dan juga selalu memperhatikan kondisi kesehatan dan keselamatan Jihan. Setiap awal pekan, pasti akan datang buket bunga untuk Jihan dari Jo. Di akhir pekan, Jo akan menjemput Jihan untuk makan malam bersama. Di hari-hari penting mereka, Jo akan selalu mengirimkan buku favorit Jihan sebagai hadiah. Di mata kami, para rekan kerjanya, Jo adalah sosok laki-laki buta cinta yang pernah kami kenal.
Namun, sejak berita putusnya mereka, suram seringkali mewarnai meja resepsionis. Tidak ada lagi kiriman bunga di awal pekan. Tidak ada lagi paket berisi buku favorit Jihan di hari-hari pentingnya. Hal yang paling parah adalah mengatasi kebiasaan Jihan yang selalu makan bersama dengan Jo di akhir pekan.
Akibatnya, hampir saja Jihan kehilangan pekerjaannya. Aku, sebagai teman dekatnya, selalu berusaha untuk memberi semangat. Bersama Antoni, aku selalu menemani Jihan. Berusaha agar perempuan itu tidak kehilangan kendali. Sepertinya keputusan berpisah kali ini cukup memukul mental Jihan.
“Siska, ayo cepat! Jo sudah menunggu kita,” kata Antoni membuyarkan lamunanku.
Dua tahun sudah Jihan bangkit setelah putus dari Jo. Dua tahun pula Jo hilang kontak dengan Jihan. Namun, tanpa Jihan ketahui, aku dan Antoni selalu bertukar informasi dengan Jo. Laki-laki–yang sebenarnya cinta mati kepada Jihan–itu mengambil keputusan sulit dengan berpisah karena masalah keluarga. Kala itu, keluarga Jo hampir bangkrut akibat meninggalnya ayah Jo. Butuh waktu dua tahun untuk membuat stabil perusahaannya itu. Itulah alasan Jo putus dan menghilang dari Jihan.
Kini, aku dan Antoni bertugas membantu Jo untuk kembali mendapatkan hati Jihan. Jo bertekad untuk melamar Jihan apa pun yang terjadi. Semoga Jihan mau menerima lamaran Jo.
***
RAE
Editor : Dian Hendrawan
#ajangfikmimJoeraganArtikel2021
#Day7
#TemaGhosting