“Selamat jalan, Pa,“ ucap Nia setengah berbisik pada batu nisan ayahnya. Air matanya sudah tidak keluar lagi setelah menangis semalaman.
Dari jauh, seorang pria memperhatikannya. Saat itu sudah memasuki waktu isya dan Nia masih saja berada di pusara ayahnya yang masih segar.
“Gila lu, itu orang beneran apa nggak?“ tanya Jono pada Jaka.
“Ya beneran oranglah, Jon, masa kunti,“ jawab Jaka sekenanya.
Sedikit menyesal karena telah menceritakan tentang Nia pada Jono.
Sejak Jaka melihat Nia tempo hari, dia benar-benar seperti terkena sihir. Hanya bisa mengingat Nia. Mungkin ini yang namanya jatuh cinta. Ya, Jaka telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Jaka tidak tahu siapa dia. Dia hanya tahu nama di batu nisan yang selalu dikunjungi gadis itu.
Jaka datang setiap hari ke pemakaman dan berharap bisa bertemu lagi dengan Nia, gadis yang telah mencuri tidur malamnya dan juga hatinya.
Karena dia hanya bisa melihat Nia saat gadis itu mengunjungi makam ayahnya. Tapi sampai kapan? Jaka meremas rambutnya.
Dia sudah bertekad, hari ini saat Nia datang ke makam dia akan mengajaknya berbincang.
Namun, ternyata takdir berkata lain, Nia tidak datang. Begitu pula dengan keesokan harinya dan esoknya lagi.
Jaka masih setia mengunjungi makam ayah Nia, bahkan selalu berbincang dengan penjaga makam. Dari Mang Udin, dia tahu kalau gadis yang bernama Nia itu sudah kembali ke Surabaya.
Sungguh hari yang sangat mengecewakan bagi Jaka, ditambah Jono selalu menggodanya. Ingin sekali dia menyusul Nia ke Surabaya, tapi Surabaya sangat luas. Bagaimana bisa dia menemukan Nia, berbekal namanya saja?
Jaka kini hanya datang seminggu sekali ke makam ayahnya Nia.
Di akhir pekan, berharap Nia meluangkan sedikit waktu di antara kesibukannya untuk menemui sang ayah.
Ternyata harap tinggallah harap.
Enam bulan berlalu sejak pertama kali Jaka melihat Nia.
Dia hanya datang sebulan sekali dan sebentar, menyapa Mang Udin, memberinya sekadar uang rokok.
Seperti hari ini, Jaka mampir sebentar, tapi Mang Udin, menahannya.
Ternyata beberapa hari ini Nia berkunjung, dan Mang Udin sudah mengatakan pada Nia, kalau ada seorang pemuda yang selalu mengunjungi makam sang ayah. Nia yang penasaran datang setiap hari untuk bertemu Jaka.
“Mas Jaka?“ sapa Nia ragu-ragu.
“Iya, saya Jaka,“ jawab Jaka, sambil mengulurkan tangannya.
“Nia,“ jawabnya sambil menjabat tangan Jaka.
“Ini makam ayah saya, kalau boleh tahu, ada hubungan apa Mas Jaka dengan ayah?“ tanya Nia lagi, masih dengan keraguan.
“Bisa kita bicara sambil makan malam?“ tanya Jaka penuh percaya diri. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan ini.
“Saya baru pulang kerja, dan belum sempat makan,“ lanjutnya lagi.
Nia mengangguk dan mereka pun pergi bersama.
Jaka memberi Mang Udin uang rokok dan mengucapkan terima kasih.
Entah jawaban apa yang akan diberikannya nanti, yang penting sekarang dia ingin menikmati kebersamaan dengan Nia.
Mungkin dia akan memulai dengan pertanyaan, “Do you believe in love at first sight?“