Joeragan artikel

Ikan Bandeng Loncat [ayban reyes from Pixabay]

Ikan Bandeng Loncat

Dini senang bukan main karena paket yang ditunggunya sudah tiba. Setelah menidurkan Opal, Dini pelan-pelan berjalan mengendap keluar kamar. Khawatir terbangun. Anak berusia dua tahun itu hari ini entah kenapa begitu rewel. Sepertinya ada gigi yang sednag tumbuh. Sejak pagi anaknya harus digendong agar bisa tidur.

Dini melirik jam di dinding. Tidak terasa sudah jam sebelas. Berarti sisa satu jam sebelum Dono, suaminya, pulang dari kerja.

Panci ini bukan sembarang panci. Untuk mendapatkannya harus bersabar. Bukan karena harganya saja yang mahal, tetapi juga harus sabar mengantre dalam arisan, Dini mendapatkan giliran terakhir.

Dini membaca dengan saksama kertas yang berisi cara penggunaan panci presto tersebut. Selain anjuran agar mencuci terlebih dahulu panci sebelum digunakan, ternyata poin terpenting ada pada saat menggunakannya. Beberapa peraturannya adalah memanaskan panci, memperhatikan waktu memasak yang berbeda antara daging, ikan, dan ayam, termasuk larangan langsung membuka panci saat masakan sudah matang.

Seperti kebanyakan ibu rumah tangga, Dini sangat membutuhkan panci ini. Kenapa? Alasannya karena Dono sangat menyukai ikan bandeng presto. Beberapa kali masak dengan panci biasa berhasil membuat suaminya ketulangan.

Bersyukur sejak pagi ikan beku sudah direndam dan dicairkan sehingga Dini langsung menyiapkan bumbunya. Dia memblender bawang merah, bawang putih, kunyit, ketumbar, dan kemiri. Tidak lupa menggeprek laos, jahe, dan serai. Memasukkan air dan memberi garam, gula serta penyedap secukupnya.

Dini lega ketika berhasil memasukkan ikan bandeng ke dalam panci jam setengah dua belas. Itu artinya 15-20 menit ke depan, ikan tersebut siap digoreng. Sambil menunggu matang, Dini menggoreng tempe. Mumpung Opal belum bangun.

Tersisa sepuluh menit sebelum jam dua belas dan suara motor Dono terdengar masuk ke dalam teras rumah. Hal itu membuat Opal terbangun dan menangis. Dini panik. Setelah memastikan waktu ikan matang dengan presto, dia mematikan kompornya.

Dini bergegas menuju pintu depan, membuka kuncinya, dan menyambut sang suami.

“Assalamualaikum.” Dono memberi salam sambil membuka helm dan jaketnya.

โ€œWaalaikumsalam. Alhamdulillah pas Papa datang, makanan sudah matang.” Dini menyambut tangan suaminya dan mencium takzim.

“Wah, pas banget. Papa udah lapar. Mama masak apa?” Sambil melepas sepatunya, Dono bertanya penasaran.

“Masak ikan bandeng presto, Pa. Tapi belum digoreng. Opal keburu bangun gara-gara suara motor Papa.” Dini menutup pintu dan menguncinya.

“Ya sudah, enggak apa-apa, Ma. Biar Papa saja yang goreng. Udah lapar banget.” Dono bergegas ke arah dapur, sedangkan Dini langsung menuju kamar, hendak menyusui Opal.

Baru saja Dini merebahkan tubuhnya dan menepuk-nepuk pantat Opal agar tertidur lagi, tiba-tiba suara panci meledak terdengar nyaring dari arah dapur, diikuti dengan suara suaminya yang berteriak panik.

“Ya Allah, Pa. Mama lupa kasih tahu, jangan dibuka dulu. Itu panci bertekanan tinggi!” Dini berteriak panik sambil menepuk dahinya. Dia baru ingat peraturan terakhir penggunaan panci tersebut.

Dini menahan tawanya kala melihat Dono masuk ke kamar dengan raut wajah memelas dan ikan bandeng di atas kepalanya. Sedangkan Opal menangis keras karena suara teriakan ibunya. Siang itu rencana indah Dini berantakan.

 

Editor: Rizky Amalia Eshi

#ajangfikminjoeraganartikel2021

#Day5

#memasak

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami