Joeragan artikel

‘Homeschooling’, Apa Sajakah yang Perlu Disiapkan?

Halo, Smart Ladies!

Semenjak berjangkitnya COVID-19, hampir semua sekolah di Indonesia mengadakan sistem online learning untuk para siswanya; mulai dari tingkat yang paling rendah (PAUD, TK) sampai tingkat pendidikan tinggi (universitas). Di saat seperti ini, orang-orang mulai berpikir bahwa online learning adalah homeschooling; padahal dari segi konsepnya sendiri sudah sangat berbeda. Online learning bisa dikatakan study/school from home, tetapi bukanlah homeschooling.

Homeschooling sendiri dimulai dari tahun 1960-an di Amerika Serikat. Melatarbelakangi keprihatinan seorang pendidik atas kondisi pendidikan di tempatnya yang stagnan dan membatasi anak-anak untuk mengeksplorasi dunianya. Di Indonesia sendiri, homeschooling mulai muncul di tahun 1990-an, tetapi baru mulai luas dikenal di tahun 2005.

Di era tahun 90-an, homeschool biasa diikuti oleh para atlet yang sudah memiliki jadwal yang ketat untuk berlatih sehingga mereka tidak bisa mengikuti waktu akademis di sekolah formal. Di tahun 2000-an, homeschool mulai dilirik para artis cilik maupun remaja untuk tetap bersekolah di sela-sela kesibukan aktivitas mereka.

Pada konsepnya, homeschooling adalah proses belajar yang diadakan di tempat selain sekolah, dengan jadwal dan aktivitas yang disesuaikan dengan kemampuan si anak/murid. Oleh karena setiap anak adalah pribadi yang unik dan memiliki kemampuan yang berbeda-beda, jadi sebaiknya pendidikan pun tidak menyamaratakan seperti halnya di sekolah formal.

Sebelum mulai membahas lebih jauh, ada beberapa hal yang perlu Ladies persiapkan untuk mengerti tentang homeschooling, yaitu:

1. Buka Pikiran, Ubah Mindset tentang Pendidikan

Ini adalah langkah awal yang sering kali sulit untuk diikuti oleh para orang tua yang sudah terbiasa mengenal pendidikan formal. Untuk para orang tua yang sangat mengagungkan sistem peringkat danย  nilai di atas rata-rata, jangan berharap akan ada sistem yang sama di homeschooling. Setiap anak unik, dan memiliki cara yang berbeda untuk menilai kemampuannya.

2. Lihat Kondisi Anak

Apakah dia menikmati masa-masanya di sekolah; baik dengan pelajaran, aktivitas, pengajar dan teman-temannya? Apakah Ladies melihat kelelahan atau kejenuhan atau bisa jadi stres yang terjadi pada anak? Apakah ada kemampuan lain pada anak yang lebih menonjol dan dia terlihat begitu โ€œhidupโ€ saat dia menjelajahi kemampuan tersebut (contoh: melukis, akting, menari, olahraga, dan lain-lain)

3. Cari Informasi Terpercaya dan Sesuai Kebutuhan Anak

Makin banyak informasi, akan makin baik, tetapi tetap sesuaikan dengan kebutuhan anak. Carilah homeschool yang mampu membantu anak untuk menyelesaikan sekolahnya sesuai dengan ketentuan legalitas di Indonesia (contoh: adanya sistem evaluasi belajar seperti ujian akhir dan ijazah yang dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional).

Di Indonesia dikenal dua jenis homeschool, yaitu:

  1. Homeschooling Tunggal
  2. Homeschooling Komunitas

Jenis Homeschooling Tunggal dilakukan di dalam satu keluarga, orang tua mengambil peranan tunggal untuk menentukan kurikulum yang akan dipelajari, aktivitas, pengajar (apabila dikehendaki guru privat)ย  dan jadwal belajar. Homeschooling Komunitas bisa dikatakan kurikulum dan aktivitas seperti halnya sekolah formal, tetapi di beberapa lembaga penyedia homeschooling komunitas mereka tidak mengadakan kegiatan olahraga, penelitian di laboratorium ataupun pramuka. Hal ini disebabkan keterbatasan lokasi dan alat-alat.

Beberapa hal yang dianggap tidak mampu diberikan dalam metode homeschooling dapat diatasi dengan memberikan anak kegiatan ekstra sesuai dengan keinginan dan kemampuan anak. Misalnya saja mengikutkan anak di klub berenang atau basket untuk mendukung pelajaran olahraga, atau mendaftarkan anak di kegiatan pramuka yang sudah diselenggarakan untuk umum oleh beberapa lembaga atau organisasi nirlaba.

Lalu, apakah dampaknya bagi anak-anak dengan metode homeschooling ini? Anak lebih dapat menikmati masa anak-anak atau remajanya, tentu saja! Belum lagi dari segi waktu belajar yang dapat disesuaikan dengan kemampuan mereka; contohnya dalam homeschooling komunitas, anak-anak belajar hanya tiga sampai empat hari dalam seminggu, dengan waktu tiga sampai empat jam dalam sehari.

Dengan dibatasinya jumlah anak-anak di satu kelas (biasanya hanya 10-12 anak) dan memiliki satu guru utama dan satu pendamping, anak-anak akan lebih mudah fokus dalam belajar. Hal-hal ini yang dapat membuat proses belajar lebih efektif. Tidak perlu takut anak akan sulit bersosialisasi karena dia dapat tetap memiliki teman yang beragam dan lebih peduli pada teman-teman yang berbeda (karena biasanya homeschooling memberikan tempat istimewa untuk ABK).

Well, bagaimana menurut pendapat Ladies? Apakah homeschooling dapat dijadikan alternatif untuk pendidikan putra putri? Jawaban ada pada diri Ladies sebagai orang tua, apakah proses belajar adalah proses mengeksplorasi diri anak yang berbeda satu dengan yang lain ataukah cukup menjadi proses yang sama untuk semua anak.

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami