Joeragan artikel

Hoarder dan Kesehatan Mental, Adakah Hubungannya? [KlikDokter.com]

Hoarder dan Kesehatan Mental, Adakah Hubungannya?

Hai, Smart Ladies! Punya tumpukan buku di rumah, baik yang sudah dibaca maupun belum dibuka plastik pembungkusnya? Bagaimana dengan dus-dus karton berisi resep masakan yang tak pernah dilirik lagi? Wah, jika punya, jangan-jangan Ladies termasuk hoarder.

Hoarder atau penimbun adalah pelaku hoarding, yaitu kebiasaan menimbun barang. Ternyata, tindakan ini termasuk disorder alias gangguan kejiwaan. Namun, Ladies jangan panik dulu, ya.

Merujuk ke www.nhs.uk, hoarding disorder terjadi saat seseorang mencari berbagai benda dalam jumlah berlebihan dan menyimpannya secara berantakan, menghasilkan timbunan yang tak terkendali. Seringkali, benda-benda ini sangat murah harganya atau malah tak bernilai.

Namun, masalah bernilai atau tidak tentunya sangat relatif. Tidak semua benda bisa dinilai dengan uang dan yang bernilai sangat tinggi bagi seseorang belum tentu bernilai bagi orang lain. Mengumpulkan benda-benda juga bisa dikatakan mengoleksi, bukan menimbun. Ada perbedaan antara pengoleksi dan penimbun. Yuk, kita simak!

  1. Pengoleksi umumnya menyimpan benda-benda koleksi dengan rapi sehingga enak dipandang, sedangkan seorang penimbun akan menaruh barang-barangnya di sembarang tempat. Ini dapat mengganggu mobilitas si penimbun karena dia menjadi sulit bergerak.
  2. Pengoleksi dan penimbun sama-sama menyayangi benda-benda milik mereka. Namun, penimbun akan mengalami stres atau perasaan negatif yang berlebih apabila seseorang mencoba membersihkan atau merapikan timbunannya.
  3. Benda-benda milik pengoleksi memberikan pengaruh positif kepada pemiliknya, tetapi tidak demikian dengan milik penimbun. Benda-benda milik penimbun dapat menyebabkan penurunan kualitas kesehatan dan membahayakan keselamatan. Ini bisa terjadi karena benda-benda tersebut berdebu dan tidak bersih sehingga mengundang kecoak atau tikus.

Benda-benda yang ditumpuk sembarangan juga berpotensi rubuh. Untuk benda yang diletakkan begitu saja di lantai, bisa membuat orang tersandung. Beberapa benda malah bisa menimbulkan potensi kebakaran, seperti kaleng-kaleng bekas berisi gas bertekanan tinggi.

Seseorang bisa jadi hoarder karena beberapa alasan.

1. Memiliki keterikatan emosional dengan benda yang ditimbun.

Benda-benda itu mungkin dulunya adalah milik seseorang yang sangat berharga atau dicintai, yang penuh dengan berbagai kenangan tak terlupakan.

  1. Memandang bahwa benda-benda yang ditimbun adalah suatu bentuk keindahan yang harus dimiliki dan akan membuatnya bahagia.

Hoarder merasa benda-benda itu memiliki kegunaan yang dapat ia manfaatkan suatu saat nanti.

  1. Memiliki sejarah anggota keluarga yang suka menimbun.

Melihat orang tua yang suka mengumpulkan apa saja bisa menimbulkan kesan pada anak-anak bahwa menimbun barang-barang adalah hal yang biasa dilakukan.

Jenis benda-benda yang ditimbun bisa sangat beragam, mulai dari kotak kemasan makanan, pita-pita unik, surat-surat lama, buku-buku, alat-alat rumah tangga yang sudah rusak, alat elektronik bekas, dan lain-lain.

Hoarding disorder bukannya tak bisa disembuhkan walaupun mungkin awalnya akan menghadapi banyak penolakan dari diri si penimbun. Ia seringkali merasa tak memiliki gangguan, apalagi jika tinggal seorang diri. Penimbun juga sulit melepaskan ikatan emosional dengan benda-benda di sekelilingnya itu.

Hal yang harus dilakukan terhadap penderita hoarding disorder adalah menunjukkan simpati dan empati. Dengan demikian, perlahan-lahan ia akan mampu membuka hati, lalu mengubah cara berpikir dan perilakunya.

Bagaimana dengan barang-barang di rumah Ladies? Tanyakan pada diri sendiri apakah Ladies termasuk kategori pengoleksi atau hoarder. Apakah buku-buku dalam dus itu masih akan Ladies baca atau lebih baik disumbangkan? Apakah alat-alat masak yang bertumpuk di dapur akan dipakai atau jika diberikan pada orang lain akan lebih bermanfaat? Yuk, tengok ke sekeliling dan mencoba melihat dengan lebih cermat demi kesehatan mental kita sendiri.

Editor: Haryati Husni.

#maratonmenulisartikel

#joeraganartikel

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami