Joeragan artikel

Hilangnya Kucing di Rumah Kosong (Tilgnerpictures/Pixabay dan Canva)

Hilangnya Kucing di Rumah Kosong

 

Cahaya merah mulai terbentang di ufuk barat, tatkala Rania, gadis berusia dua belas tahun, memaksa masuk ke rumah kosong. Dia mengajak kakaknya yang setahun lebih tua bernama Roni, serta dua temannya yaitu Fendi dan Bella. Mereka hendak mencari Bubble, kucing peliharaan Rania di rumah yang kata orang angker tersebut. Konon, pernah terjadi pembunuhan satu keluarga di dalam rumah tua pinggir kota itu.

“Yakin, Bubble tadi lari ke situ, Bel?” tanya Roni dan dibalas anggukan oleh Bella. “Gimana kalau kita tunggu kucing itu keluar aja, Ran?”

“Kalau Kakak enggak berani masuk, aku mau cari Bubble sama Bella dan Fendi aja,” ejek Rania sambil mengapit lengan Bella.

“Kakak enggak takut!” bantah Roni tegas, walaupun dia belum bisa menenangkan gemetar di tubuhnya yang berkulit sawo matang.

“Tapi, Ran … aku enggak ikut, ya. Aku kebelet, nih,” ucap Bella, menahan gejolak di dalam kandung kemih yang bercampur dengan bayang kengerian memasuki rumah berhantu itu.

“Bentar doang, Bel,” timpal Rania, lalu dengan mantap melangkah masuk diikuti Fendi dan Roni.

Rania mulai menekan pegangan pintu yang kasar karena berkarat dan mendorongnya. Bau kayu lapuk dan debu menyapa penciuman mereka. Rumah itu sangat minim pencahayaan. Sarang laba-laba memenuhi langit-langit dan bingkai pintu.

Rania terus melangkah seraya memanggil-manggil Bubble. Namun, bukannya suara mengeong seekor kucing yang menyahut, melainkan suara tawa anak kecil. Ke empat anak SMP itu sontak merapat satu sama lain. Bulu tengkuk mereka bergidik bersamaan.

“Jangan lepas tanganku,” lirih Bella sambil memegang erat tangan Rania.

“Tenang, Bel. Ini kan belum malam.” Rania mencoba bicara setenang mungkin walau kakinya masih gemetar selepas mendengar suara tawa tadi.

Keempat anak itu memasuki setiap ruangan sambil terus memanggil kucing angora milik Rania. Remang-remangnya ruangan oleh cahaya senja yang masuk dari celah ventilasi, membuat mereka sulit melihat setiap sisi untuk mencari keberadaan Bubble.

Saat mencari di kamar dekat pintu belakang, tiba-tiba beberapa buku berjatuhan dari rak hingga membuat debu berhamburan. Keempat anak itu sontak terperanjat. Jantung mereka berdetak cepat. Peluh memenuhi dahi Fendi dan Roni. Sementara itu, Rania menghembuskan napas kemudian menyunggingkan bibir mendapati Bubble loncat dari rak buku tersebut. Gadis itu langsung berjongkok dan memeluk erat kucing kesayangannya.

“Ayo, cepat pulang!” seru Roni, sambil berlari menuju pintu depan diikuti Fendi.

Bubble yang terkejut oleh seruan Roni membuatnya melompat dan berlari keluar. Rania langsung mengejar kucing berbulu putih itu.

Setelah berhasil keluar dengan selamat dari rumah tua itu, Roni dan Fendi seketika membulatkan mata mendapati Bella sudah berdiri di samping gerbang rumah kosong sambil menggendong Bubble.

“Lho, kok kamu sudah di sini, Bella?” tanya Fendi.

“Aku tadi kebelet banget. Daripada aku ikut masuk dan ngompol, mending aku numpang pipis aja di warung sana,” dalih Bella sambil menunjuk warung yang berjarak lima puluh meter dari rumah kosong. “Terus pas aku balik lagi ke sini, Bubble malah lagi tiduran di bawah bayangan tembok gerbang. Jadi, aku gendong dia sambil nunggu kalian keluar.”

Setelah mendengar penjelasan gadis bertubuh gempal itu, Rania, Roni, dan Fendi seketika mematung. Bulu tengkuk mereka bergidik kembali. Roni sontak lari terbirit-birit diikuti tiga anak lainnya.

Indramayu, 15 Juli 2021
Penulis : Nita Yunsa

#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day8
#TemaRumahTua

Editor : Ruvianty

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami