Agi berjalan riang menyusuri tepi jalan raya. Kakinya melangkah menuju masjid yang terletak di pinggir jalan itu. Waktu sudah masuk Zuhur, dia harus bergegas kalau tidak ingin ketinggalan salat berjamaah.
Setibanya di masjid, para jamaah sudah mengisi saf yang kosong, tak lama kemudian salat pun dimulai.
Agi adalah seorang yatim piatu yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang asongan. Anak yang saleh dan ramah ini berusaha untuk tidak ketinggalan salat berjamaah di mana pun dia berada. Dan, dia tidak pernah mengeluh atas nasibnya.
Selesai salat, seperti yang biasa dia lakukan, Agi mengambil Quran lalu melanjutkan hafalannya yang sudah mencapai lima juz.
Ternyata Agi tak mau kalah dengan anak-anak seusianya yang masih memiliki ayah bunda lengkap dan memiliki rumah nyaman, serta fasilitas yang mendukung mereka untuk dapat menghafal ayat-ayat Quran.
Agi pun ingin menghadiahkan mahkota untuk kedua orang tuanya yang telah tiada di akhirat nanti melalui hafalan yang dimilikinya.
Selesai menghafal, anak itu mengeluarkan pendapatannya hari ini. Dari bibirnya tersungging sebuah senyuman melihat hasil kerjanya.
“Alhamdulillah, terima kasih Yaa Allah, atas semua rezeki yang telah Engkau limpahkan semoga hamba bisa tetap istiqomah di jalan-Mu,” ucap Agi memanjatkan doa penuh syukur.
Tak lupa dia menyisihkan sebagian pendapatannya ke kotak infak yang tersedia di masjid itu.
Tiba-tiba …
“Hei, sedang apa kamu!” suara teriakan menggema di ruang masjid yang hanya dihuni oleh Agi seorang itu. Jamaah lain sudah pergi setengah jam yang lalu.
“Kamu mencuri kotak amal, ya!” tuduh laki-laki yang baru muncul dengan pandangan beringas.
Tuduhan itu membuat Agi terkejut dan gugup, hingga uang miliknya jatuh berhamburan di lantai masjid.
“Ternyata benar! Ketahuan kamu sekarang, ya!” seru orang itu tanpa tedeng aling aling langsung mendekati Agi dan memiting lenganmya hingga Agi berteriak kesakitan.
“Am … ampun, Pak. Sa … saya tidak … mencuri!” jerit anak kecil itu sambil berusaha melepaskan diri dari pitingan sang bapak.
“Bohong kamu!”
Bentak lelaki tinggi kekar itu, lalu menyeret Agi keluar masjid. Dengan cepat peristiwa itu mengundang banyak orang berkumpul.
“Ada apa ini, Pak?” tanya seseorang yang melihat kejadian.
“Ini, anak ini kecil-kecil belajar mencuri. Saya menangkap basah dia mencuri dari kotak amal masjid.”
“Tidak, i-itu tidak benar,” Agi masih tergagap ketakutan.
“Alah, jangan bohong, Kamu!” bentak orang itu lagi.
“Betul, Pak! Saya tidak bohong,” Agi mulai terisak. Dia masih berusaha untuk melepaskan diri.
“Bawa aja ke kantor polisi, Pak! Biar kapok dia!” seru seseorang di antara orang-orang yang ramai mengerubunginya.
“Jangan, Pak saya tidak mencuri, sungguh!”
Agi benar-benar merasa ngeri dengan keadaan yang dihadapinya kini.
Yang ada di pikirannya adalah dia harus segera melepaskan diri dan pergi dari sini.
Saat dirasakan pegangan orang itu sedikit longgar, sekuat tenaga Agi berontak hingga diapun terbebas. Anak itu berlari sekencang kencangnya menuju jalan raya. Yang ada di pikirannya cuma satu, lari sejauh-jauhnya.
“Brakkk!!” suara benturan keras terdengar dari arah jalan raya.
Tubuh kecil Agi terlempar beberapa meter. Darah segar mengalir dari kepalanya yang membentur aspal.
Tangerang, 18 Januari 2019