Oleh Wien Purwandini
“Hei, bangunlah!” lamat-lamat kudengar suara seorang perempuan. Suaranya terdengar sangat jauh. Bagai gelombang yang datang dan pergi di dalam kepalaku. Aku berusaha membuka mata tetapi bagaikan ada plester tebal yang membuat kelopak mataku tidak dapat terbuka.
Setengah sadar, tiba-tiba percikan air membasahi wajahku bersamaan dengan guncangan di tubuh. Aku mengejapkan mata agar bisa terbuka. Samar terlihat seorang perempuan berjongkok di dekatku.
“Bangunlah! Mengapa Kakak tidur di jalanan? Sebentar lagi Raja akan lewat. Sebaiknya Kakak bangun,” ujarnya sambil menatapku aneh.
“Aku di mana? Kau siapa?” cecarku sambil berusaha duduk.
Gadis berbusana aneh itu memandangku dan berkata, “Aku Halimah dan Kakak berada di Tepian Batu, Kerajaan Kutai.”
“Tepian Batu? Kerajaan Kutai? Berarti Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti? Aku di tahun 1325! Aku berhasil! Kami berhasil!” seruku tanpa mempedulikan pandangan gadis itu.
Ya, aku dan kawan-kawan sedang mencoba mesin jelajah antar waktu yang sudah kami kerjakan bertahun-tahun. Proyek gila itu akhirnya berhasilan dan aku, orang pertama yang mengajukan diri untuk mencoba alat tersebut, memilih menjelajahi Kerajaan Kutai Kartanegara karena terlahir di Kalimantan Timur.
Aku meraba kantong celana jeans yang kupakai. <span;>Tidak ada! Ke mana ponselku?
Aku mencari di sekeliling dengan khawatir karena jalan untuk kembali ada di ponsel yang sudah diprogram sedemikian rupa itu.
“Apakah kau melihat ponselku?” tanyaku pada gadis itu.
Dia hanya kebingungan menatapku. Ah, baru kusadari ternyata dia cantik sekali. Wajahnya putih bersih dengan rambut hitam lurus yang panjang terurai.
Pon-sel?” tanyanya terbata.
Ups! Bodohnya aku.
Mana dia tahu ponsel? pikirku frustasi.
“Apakah benda hitam tipis sebesar telapak tanganku dan mengeluarkan cahaya saat disentuh?” tanyanya pelan.
“Ya! Mana benda itu?” ujarku sambil memandangnya tajam.
Aku harus segera kembali ke masa depan sebelum baterai ponsel tersebut habis. Mana ada listrik di tahun 1300-an?
“Dibawa adikku!” ujarnya sambil menunjuk satu arah.
“Ah, ayo kita kejar adikmu. Aku harus mendapatkan ponsel itu segera!” ujarku sambil menarik tangannya dan berlari ke arah yang ia tunjukkan.
Sesampainya di tepi sungai Mahakam, aku melihat seorang anak laki-laki duduk di batang kayu yang dirakit menjadi semacam tempat orang mencuci. Anak itu terlihat hendak mencemplungkan ponselku ke air!
“Tidak! Jangan!” teriakku sambil berlari ke arahnya.
Anak itu terlihat kaget. Ia memandangku ketakutan. Kurebut ponsel itu dari tangannya. Melihat indikator baterai yang menunjukkan angka 14 persen.
Terburu-buru aku menekan beberapa kode yang merupakan cara kembali ke masa depan. Tanganku gemetar sebab waktunya tinggal sedikit. Ponsel merespon dengan mengeluarkan suara bip bip saat angka di layar berjalan mundur.
Tiba-tiba Halimah berkata, “Kak, ini tas Kakak!”
Ia menyodorkan tas kecil yang sedari tadi dipegangnya. Aku meraih tas tersebut bersamaan dengan angka 0 di ponsel.
Tubuhku serasa terlempar keras. Berputar pada kehampaan. Sama seperti ketika datang ke sini. Kupejamkan mata saat sebuah cahaya menyilaukan terlihat, lalu aku pun tidak sadarkan diri.
Aku membuka mata dan berusaha duduk. Kudengar gumaman kawan-kawanku. Tidak sabar ingin menceritakan perjalananku menembus waktu. Tapi ….
“Ini siapa?”
Temanku, Kemal, menunjuk ke arah sebelah. Aku menoleh dan melihat seorang gadis cantik yang masih pingsan.
“Ya Tuhan, ini Halimah. Dia terbawa kemari!” jeritku panik.
Editor : Rizky Amallia Eshi
#eventfikminJoeraganArtikel2021
#day13
#lorongwaktu
#siencefic