Oleh: Haryati Hs.
Talita terbangun dari tidur sambil meneriakkan nama Mona. Gadis itu merasakan pipinya basah. Ia sangat merindukan kakaknya itu.
Sekonyong-konyong, Talita melihat jendela kamarnya bercahaya sangat terang. Namun,ย sesaat kemudian, cahaya itu meredup.
Talita tercengang melihat sebuah pohon yang berkilau indah berdiri kokoh di luar kamarnya. Ia kemudian turun dari tempat tidur dan berlari menuju pohon yang memiliki sebuah pintu dan beberapa jendela kecil di batangnya itu. Bahkan, ada sebuah menara beratapkan jamur yang sangat cantik di dahan.
Talita bergeming di depan pohon ajaib itu sampai sebuah suara yang dirindukannya menyapa.
“Apa kabar, Adikku?” Sesosok peri kecil yang cantik tersenyum pada Talita.
Talita menoleh dan menemukan peri kecil bersayap sedang bergantung pada sulur yang menjuntai di pohon. Talita jatuh terduduk di atas batu. Ia tidak memercayai penglihatannya.
“Benarkah ini engkau, Kakakku?” tanyanya,ย setelah dapat menguasai diri.
“Benar, sayang. Mulai saat ini, aku akan selalu menemanimu.” Mona, si peri, meniupkan cahaya kepada Talita. Tiba-tiba Talita terisap ke dalam pohon.
Talita mendapati dirinya berada di ruangan yang sangat luas dan indah. Di sana, tubuhnya berubah menjadi serupa dengan tubuh kakaknya.
“Ini Ibu Ratu.” Mona memperkenalkan ratu peri yang anggun bermahkota daun emas kepada Talita.
Adik sang peri membungkuk memberi hormat ketika melihat wanita dengan sorot mata teduh dan penuh wibawa itu.
“Selamat datang di istana pohon, anakku,” sambut ibu ratu peri. “Jika kau ingin, ibu akan mengizinkanmu tinggal di sini selamanya.”
“Apakah aku akan menjadi peri seperti Kak Mona?” Talita bertanya seraya memegangi lengan kakaknya.
Ibu ratu tersenyum, mengangguk, dan memberi isyarat kepada Mona. Sang peri yang memahami isyarat, segera menjelaskan kepada adiknya bahwa ia telah meminta ibu ratu untuk mengizinkannya mengajak Talita yang selalu bersedih setiap merindukannya.
“Bagaimana, Talita? Apakah kau mau?” tanya ibu ratu lembut.
Talita tampak berpikirย keras. Wajahnya yang ayu terlihat ragu, tetapi akhirnya ia menyampaikan keputusannya.
“Terima kasih, Ibu Ratu. Aku senang bisa tinggal di sini bersama kakak. Hanya saja, aku tidak bisa meninggalkan ayah dan ibu.”
Talita berhenti sejenak. Ia menatap wajah kakaknya dengan penuh rasa sayang, lalu melanjutkan perkataannya.
“Mereka akan bertambah sedih jika aku pergi bersama kakak.”
“Bukankah ayah dan ibu selalu memarahimu dan menyalahkanmu atas kepergianku?” tanya Mona.
“Itu karena mereka sangat kehilanganmu, Kak. Jika aku tidak ada, mereka akan semakin tertekan dan kesepian.” Talita berujar seraya tersenyum.
“Baiklah,” kata ibu ratu setelah mendengar keputusan Talita. “Pulang dan temui orang tuamu. Kini kau akan menjadi penghibur mereka.”
Ibu ratu kemudian menjentikkan jari ke arah Talita dan membuat seluruh tubuh gadis itu bersinar. Selanjutnya, peri Mona mengantarnya kembali ke kamar.
Setelah kakaknya pergi, pintu kamar terbuka. Talita merasa takut melihat orang tuanya. Namun, ayah dan ibunya justru menghampiri dan memeluknya dengan erat. Mereka bahkan menyatakan penyesalan mereka dan berjanji untuk selalu menyayangi Talita.
Sementara itu, di depan istana pohon, peri Mona tersenyum riang dan melambaikan tangan kepada Talita yang sedang menangis bahagia.
Editor : Ruvianty
#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day11
#temapohonperi