Aku memandangi kartu undangan berbentuk oval, berwarna hitam dan putih yang ada di tanganku dengan jengah. Itu adalah undangan ulang tahun Anne yang ketujuh belas, teman sekelasku di SMA. Acaranya nanti, jam tujuh malam.
Aku mendadak menjadi orang paling bingung sedunia karena undangan itu. Masalahnya, aku tidak mempunyai gaun yang bagus untuk mendatangi acara tersebut. Apalagi, tempatnya berada di sebuah restoran yang besar dan mahal.
Aku bersama dua sahabatku, Lina dan Ika, membahas masalah gaun ini sampai pulang sekolah. Di antara kami bertiga, hanya aku yang berhijab.
“Aku sudah punya gaun untuk pesta nanti malam, kebetulan beberapa minggu yang lalu, sepupuku habis menikah. jadi, aku sekeluarga sekalian membuat seragam.” Ika berceloteh riang, tanpa memperhatikan aku yang sedang gelisah.
“Wah! Kalau begitu, aku mau beli nanti sepulang sekolah.” Kali ini Lina yang berkomentar.
“Dari info yang aku dengar, pesta ini akan dihadiri grup musik yang sedang naik daun di kota kita, Ri,” ucap Ika dengan wajah serius.
“Hmmm.” Aku tidak berminat menanggapi kata-kata Ika barusan karena itu benar-benar membuatku pusing. Aku tidak mempunyai gaun yang bagus dan cocok untuk pesta ulangย tahun mewah seperti itu.
“Kok, kamu bengong, sih, Ri,” kata Lina sambil mencolek lenganku.
“Haduh! Enggak punya gaun pesta yang bagus karena ayahku belum gajian. Lagi pula, aku enggak enak meminta uang hanya untuk membeli gaun pesta,” ucapku dengan gusar.
Setelah berpisah dengan dua sahabatku itu di persimpangan jalan, sampailah aku di rumah.
Pikiranku masih belum tenang. Aku bahkan berpikir untuk tidak menghadiri undangan itu, tetapi alasan apa yang akan aku katakan kepada Anne? Sedangkan selama ini, hubungan kami baik-baik saja.
Aku mulai membongkar isi lemari untuk mengeluarkan semua koleksi bajuku dan mencari gamis yang kira kira cocok untuk kupakai nanti malam.
Tiba-tiba, ibu datang menghampiriku yang masih asyik memilih baju.
“Kok, kayak ada badai di kamar ini, ya, semua baju berantakan,” suara Ibu pelan.
“Bagaimana ini, Bu! Aku tidak mempunyai gaun pesta yang bagus untuk nanti malam,” ucapku kesal.
Aku mengambil undangan ulang tahun Anne dari dalam tas dan memberikannya kepada ibu. Sejenak ibu membaca undangan itu dan tersenyum.
“Kamu kan punya banyak gamis yang bagus, Ri. Gamis saat pernikahan Tante Indah dulu kan masih ada, belum pernah di pakai lagi. Kamu bisa memakai yang itu,” kata Ibu dengan lembut.
Aku seperti teringat sesuatu. Gamis berwarna kuning kunyit dengan bordir di bagian lengan dan rempel di bawahnya. Itu gamis favoritku. Aku segera mencarinya di tumpukan pakaian paling bawah. Tidak lama kemudian, aku menemukannya.
Senyum cerah segera menghiasi wajahku. Kemudian, kupeluk ibu dan kuucapkan terima kasih atas sarannya.
Malam hari pun tiba, segera kukenakan gamis kuning kunyitku itu dengan hijab senada. Kulihat penampilanku di cermin, tidak mengecewakan.
Aku ambil kado yang akan diberikan kepada Anne dan segera berjalan ke ruang tamu. Di sana, Ayah sudah menunggu. Beliau yang akan mengantarku ke pesta itu. Setelah berpamitan kepada ibu, aku segera berangkat.
Tidak lama kemudian, sampailah aku di tempat pesta. Suasana benar-benar meriah. Lampu warna-warni menghiasi ruangan, bunga dan balon memenuhi setiap sudut tempat itu. Suara musik terdengar menghentak- hentak, membuat dadaku bergetar. Mataku mencari-cari sosok dua sahabat terbaikku.
Tiba-tiba, sebuah suara memanggil dari tengah ruangan. Kulihat Ika dan Lina melambaikan tangan kearahku. Aku segera berjalan menuju tempat mereka berdiri.
“Wah! Kamu cantik banget, Ri. Gaunmu juga bagus,” ujar Lina di telingaku, suaranya kalah dengan hingar bingar musik.
“Alhamdulillah, makasih, ya Lin,” kataku sambil tersenyum haru.
Hatiku sudah terasa lega. Ternyata, aku mempunyai sahabat-sahabat yang tidak hanya baik hatinya, tetapi juga bisa mengerti masalah teman.ย
Kami bertiga berjalan ke arah Anne yang berdandan bak seorang putri, untuk mengucapkan selamat dan memberikan seuntai doa yang terbaik buat dirinya.