Joeragan artikel

Cumi Krispi Palsu - Appetizer Fried Squid (nicolasmonasterio/pixabay.com)

Cumi Krispi Palsu

Oleh Nita Yunsa

Di pagi hari yang cerah, seorang anak petani mengantarkanku ke sebuah restoran dengan mobil pengangkut barang. Restoran itu memang terkenal dengan makanan mewah dari bahan-bahan yang segar.

Seorang koki tampan memilihku di antara teman-temanku. Dia menciumi aroma tubuhku, lalu memberi tanda dengan ibu jari terangkat pada anak petani tadi. Segera dia meminta seorang helper untuk membopong kantung berisi aku dan teman-temanku masuk ke dalam pantri.

Aroma berbagai bumbu menguar masuk ke dalam pantri. Aku jadi tidak sabar ingin segera diolah. Aku adalah makhluk hidup yang sangat dibutuhkan banyak orang. Tubuhku paling besar dan bulat di antara saudara-saudara yang lain. Tidak hanya ahli dalam menyedapkan makanan, kehadiranku juga dapat mempercantik makanan.

Aroma tubuhku yang sangat khas membuat mereka yang berbau tidak sedap langsung menyingkir karena insecure. Terkadang, orang-orang akan berkaca-kaca saat menatap dan merasakan auraku yang kuat.

Ketika jam dinding dapur sudah menunjukkan waktu makan siang, seorang gadis muda yang mengenakan seragam berwarna hitam dengan lis putih masuk ke dalam dapur.

“Ada pesanan untuk meja nomor dua! Tapi …,” ucap gadis itu yang bertugas sebagai pramusaji.

“Tapi apa?” tanya koki junior yg bertugas menghias makanan.

“Pemesannya adalah empat orang mahasiswa yang bawa ransel dan jinjing laptop, kayaknya mau numpang wifi buat ngerjain tugas. Tapi, salah satu dari mereka enggak mau pesan paket makanan. Dia hanya pesan nasi, jus, dan menu penutup,” jawab pramusaji tersebut, lalu menyobek kertas pesanan dan menggantungkannya di atas meja tempat menghias makanan yang sudah jadi.

“Mungkin salah satu dari mereka seorang vegetarian atau sedang diet protein,” terka koki junior.

“Jangan ngobrol! Cepat kembali ke pekerjaan masing-masing!” bentak koki senior tampan hingga mereka berdua tersentak.

Sesaat, koki junior itu membaca pesanan di kertas yang tergantung, lalu meneriakkan beberapa jenis makanan pada koki yang lain. Sedangkan dia langsung mengambil aku yang sudah terkupas dan dicuci. Dia memotong tubuhku dengan rapi dan cekatan, mencelupkanku ke adonan basah dan kering, lalu menjeburkanku ke minyak panas hingga berwarna kecokelatan dan matang.

Sepertinya hari ini aku akan dihidangkan sebagai camilan. Dua mangkuk kecil berisi saus cabai dan mayones turut menambah kelezatan tampilanku. Orang-orang menyukaiku sebagai camilan karena rasa enak, gurih dan manis lapisan tubuhku berbalut tepung saat digigit.

Tibalah pramusaji membawaku beserta hidangan lain ke meja nomor dua. Empat porsi nasi dan minuman rupanya sudah lebih dulu mendarat di hadapan ke empat mahasiswa itu. Dua porsi ayam geprek, satu porsi daging lada hitam, dan akuโ€”si bawang bombai yang sudah berubah menjadi onion ringโ€”diletakkan pramusaji di atas meja, lalu diambil masing-masing oleh pemesan.

“Lu cuma pesan jus, nasi, sama onion ring, Cecep?” tanya pemuda yang paling tampan di antara mereka.

“Iya. Kenapa emang? Nasi lauk cumi krispikan enak,” jawab pemuda yang bernama Cecep.

Ketiga temannya sontak tertawa terbahak-bahak, sementara Cecep hanya bingung melihat mereka.

“Hei, aku ini bawang bombai, bukan cumi. Orang ini katro sekali! Masa bahasa Inggris onion ring saja tidak paham,” batinku sebal karena terpaksa disantap oleh pemuda yang salah mengenaliku.

Indramayu, 29 Juli 2021
Penulis : Nita Yunsa

#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day16

#TemaAkuSebagaiBenda

#GenreYoungAdult

Editor : Ruvianty

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami