Joeragan artikel

Coki Tersayang [Haryati Hs./Canva]

Coki Tersayang

Oleh: Haryati Hs.

[Aku telah mengikhlaskan Coki. Sia-sia menahannya di sisiku, jika dia sudah tidak mau.]

Aku menghela nafas panjang usai membaca pesan Whatsapp dari Anita, sepupuku. Dia sangat menyayangi Coki, begitu pun sebaliknya. Namun, belakangan, Coki sangat dekat denganku.

Setiap ada kesempatan, Coki selalu ingin bersamaku. Dia kerap mengabaikan Anita. Bahkan beberapa kali dia tidak mau menanggapi panggilan sepupuku itu.

Anita, yang tidak tahu alasan perubahan Coki, selalu mengeluhkan sikapnya kepadaku. Aku hanya bisa menghibur gadis itu, tetapi tidak bisa memaksa Coki untuk tidak menyukaiku.

“Kenapa Coki berubah ya, Mey?” tanya Anita pada waktu itu. “Padahal, aku tidak pernah menyakitinya.” Anita tampak sangat sedih.

“Jangan terlalu dipikirkan, Ta. Mungkin Coki hanya kesal padamu. Sebentar lagi kalian pasti baikan,” ujarku berusaha menenangkannya.

“Kesal? Memangnya apa yang sudah kulakukan hingga membuatnya kesal?” Sepupu cantikku itu terlihat gusar.

“Maksudku, kamu enggak usah resah karena perubahan sikap Coki. Lebih baik, kamu introspeksi. Coba ingat kembali apa yang mungkin sudah kamu lakukan dan menyinggung perasaannya.”

Mita tercenung sesaat, kemudian mengedikkan bahunya. Aku hanya terdiam. Suara azan asar terdengar, tetapi Coki belum pulang. Kusuruh Anita salat untuk menenangkan hatinya.

Biasanya, setiap sampai di rumah, Coki akan langsung mencari Anita di kamarnya. Kemudian, mereka akan bercanda bersama. Akan tetapi, sejak tiga hari yang lalu, Coki lebih memilih menemuiku.

Kali itu pun, ternyata Coki sudah ada di kamarku. Ketika melangkah masuk ke dalam kamar, dia menghampiriku dengan cepat.

***

[Kok pesanku enggak dibalas, sih?] pesan dari Anita masuk lagi.

Aku menepuk kening, tersadar sudah cukup lama melamun.

[Kamu serius akan mengikhlaskan Coki? Jangan lebay, deh.]

Aku membalas dengan tidak lupa membubuhkan emoji tertawa lebar. Meskipun beberapa kali menyuruhnya mengikhlaskan, tetapi aku tidak mengira akan secepat ini dan tanpa usaha penyelesaian masalah yang maksimal.

Kutunggu balasan dari Anita. Namun, balasan itu tidak kunjung datang. Aku pun memutuskan untuk menghampirinya.

“Ta! Buka pintu!” teriakku akhirnya ketika Anita tidak juga merespon ketukan di pintu kamarnya. Ternyata, teriakan itu berhasil memaksa Anita membuka pintu. Aku lalu membuntutinya masuk.

“Balas dendam, nih?” tanyaku berkelakar sambil menyandarkan tubuh di dipan.

“Jangan bercanda, deh. Aku baru saja dapat telepon dari teman kantor,” balasnya.

“Habis curhat tentang Coki?” tebakku.

“Ya, enggaklah. Urusan kerjaan, tahu!”

Aku terbahak melihat ekspresinya ketika membalas tebakan itu.

“Oke, kembali ke masalah Coki. Jadi, kamu enggak merasa pernah melakukan kesalahan, Ta?”

Anita menggeleng, tetapi sesaat kemudian dia terlihat berpikir keras.

“Ya ampun! Aku ingat sekarang!” Anita terlonjak sambil berseru. “Tiga hari lalu, aku lupa memberi Coki makan karena terlalu sibuk. Bahkan, ketika dia terus mengusap-usapkan bulu di kakiku, aku marah dan menyuruhnya pergi.”

“Mita … Mita …. ” Tawaku pun pecah. “Ternyata, kucing kesayanganmu itu enggak ikhlas kamu marahi. Kalian punya sifat yang sama rupanya. Suka manja dan lebay.”

Tiba-tiba, dari arah depan rumah, terdengar teriakan seorang anak laki-laki yang mengabarkan bahwa Coki tertabrak motor. Aku dan Anita segera melompat dan berlari untuk melihat Coki.

Ya Allah, bagaimanapun kondisi Coki, berilah keikhlasan pada kami untuk menerimanya, doaku dalam hati.

Editor : Rizky Amallia Eshi

#ajangfikminJoeraganArtikel2021
#Day10
#temaikhlas

1 komentar untuk “Coki Tersayang”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami